Juni 20, 2025

Ungkapkriminal.com

Diandalkan dan ditargetkan

Transparansi yang Tertutup: Kontroversi Forensik Ijazah Jokowi di Mata Publik

Keterangan foto "Advokat Muhammad Taufiq saat memberikan pernyataan kepada media terkait dugaan kejanggalan ijazah Presiden Jokowi. Ia menyoroti hasil forensik Bareskrim Polri yang dinilainya tidak menjawab substansi tudingan publik."

Oleh Tim Investigasi Internasional | UngkapKriminal.com

Pernyataan tegas dari advokat senior Muhammad Taufiq membuka kembali pusaran kontroversi yang tak kunjung reda: keabsahan ijazah Presiden Joko Widodo. Taufiq, dalam pernyataannya kepada media, menyebut adanya kejanggalan dalam proses forensik yang dilakukan oleh Bareskrim Polri. Meskipun hasilnya menyatakan ijazah tersebut “asli”, publik dikejutkan oleh minimnya transparansi dalam metode verifikasi yang digunakan oleh lembaga penegak hukum tersebut.

Muhammad Taufiq, advokat senior dan penggugat perkara ini di PN Jakarta Pusat, mempertanyakan:

Nama sekolah pada ijazah SMA Jokowi yang disebut “SMA Negeri 6 Surakarta”, padahal menurutnya pada masa itu nama resminya adalah SMPP (Sekolah Menengah Persiapan Pembangunan).

Ketidakhadiran Presiden Jokowi dalam dua kali panggilan mediasi dianggap menunjukkan kurangnya itikad baik.

Bareskrim Polri, melalui penyelidikan yang melibatkan 31 saksi dan laboratorium forensik, menyimpulkan bahwa ijazah tersebut asli. Namun, proses uji forensik yang seharusnya ilmiah dan akuntabel tidak dibuka ke publik.

Karena menyangkut legitimasi kepala negara, dan jika tidak dijelaskan dengan transparan, berpotensi menurunkan kepercayaan publik terhadap sistem hukum dan pendidikan nasional.

"Di Mana Letak Kejanggalannya?

a. Identitas Sekolah

Menurut keterangan Taufiq, tidak pernah ada istilah “SMA Negeri 6 Surakarta” pada era 1980-an. Sekolah tersebut baru berganti nama pada 1986. Hal ini menimbulkan dugaan bahwa ijazah SMA yang tertera tidak sesuai konteks waktu historis.

b. Ketertutupan Proses Forensik

Masyarakat tidak diberi akses atau ringkasan hasil uji forensik dari Bareskrim. Tak ada penjelasan ilmiah tentang metode yang digunakan: apakah menggunakan spektrum inframerah? Uji tinta dan kertas? Pemeriksaan karbon? Ini bertentangan dengan prinsip transparansi publik dalam demokrasi modern.

c. Ketidakhadiran dalam Mediasi

Presiden Jokowi dua kali mangkir dari sidang mediasi perkara gugatan ijazah palsu di PN Jakarta Pusat. Secara yuridis, tergugat boleh tidak hadir, tetapi secara etis, hal ini menjadi sorotan dalam ranah kepercayaan publik.

“Apa Tanggapan Akademisi dan Pakar?

Dr. Richard Heydarian, analis politik Asia Tenggara:

“Kontroversi seperti ini, jika tidak ditangani dengan keterbukaan, bisa merusak legitimasi moral seorang pemimpin. Bahkan jika benar-benar sahih, publik perlu melihat dan memahami proses verifikasinya.”

Prof. Dr. Herlambang P. Wiratraman, pakar hukum tata negara:

“Dalam hukum publik, kebenaran bukan hanya soal keabsahan, tetapi juga persepsi dan transparansi. Hukum tidak boleh menjadi alat pengaburan informasi.”

“Landasan Hukum dan Prinsip HAM

Berdasarkan:

Pasal 28F UUD 1945: Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi…

Pasal 14 ICCPR (International Covenant on Civil and Political Rights): Everyone shall be entitled to a fair and public hearing…

Pasal 1 UU No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik.

Jika benar terdapat pemalsuan, maka dapat dikenakan:

Pasal 263 KUHP: Barang siapa membuat surat palsu atau memalsukan surat… dapat dihukum hingga 6 tahun penjara.

Namun jika tuduhan tidak terbukti dan dilakukan tanpa dasar, maka:

Pasal 310 dan 311 KUHP tentang pencemaran nama baik dan fitnah bisa diberlakukan terhadap pihak penuduh.

“Studi Banding: Korea Selatan dan Transparansi Kepemimpinan

Pada 2013, Presiden Korea Selatan Park Geun-hye dipaksa memberikan klarifikasi atas tuduhan manipulasi akademik seorang staf istana. Ia kemudian membuka semua arsip pendidikan dan staf yang bersangkutan. Hasilnya: kredibilitas publik pulih karena transparansi, bukan sekadar “pernyataan resmi”.

Catatan Intelektual Presisi Redaksi

Redaksi UngkapKriminal.com menilai bahwa kasus ini bukan semata perihal dokumen ijazah, tetapi menyangkut tata kelola kebenaran, transparansi lembaga hukum, dan etika kepemimpinan negara. Kepercayaan publik hanya bisa dipulihkan melalui bukti ilmiah yang dibuka ke hadapan publik, bukan melalui klaim sepihak yang “tertutup” dari pertanggungjawaban.

Penutup – Hikmah dari Al-Qur’an dan Hadis

“Wahai orang-orang yang beriman! Jadilah kamu penegak keadilan, menjadi saksi karena Allah meskipun terhadap dirimu sendiri…”
(QS. An-Nisa: 135)

“Barang siapa melihat kemungkaran, maka ubahlah dengan tangannya; jika tidak mampu, maka dengan lisannya; dan jika tidak mampu, maka dengan hatinya – dan itu selemah-lemahnya iman.”
(HR. Muslim)

Artikel ini ditulis sebagai bentuk jihad kalam melawan kebatilan dan pembungkaman informasi. Kami tetap berpegang pada asas praduga tak bersalah dan tidak menyatakan siapa pun bersalah tanpa putusan pengadilan.

Segala tanggapan dan hak jawab dari pihak Presiden RI, Bareskrim Polri, ataupun pihak terkait lainnya akan kami tayangkan secara utuh sebagai bagian dari komitmen kami terhadap jurnalisme berimbang dan adil.