
Oleh: Tim Investigasi UngkapKriminal.com
Edisi Khusus | Investigasi Eksklusif | Mei 2025
Rencana Tentara Nasional Indonesia (TNI) untuk memproduksi dan mendistribusikan obat-obatan bagi masyarakat sipil melalui PT Pharma TNI menuai polemik. Panglima TNI Jenderal Agus Subiyanto menyatakan bahwa langkah ini merupakan bagian dari strategi ketahanan nasional. Namun sejumlah pihak menilai hal ini sebagai bentuk pelanggaran batas antara militer dan sipil.
Produksi minuman energi merek MBG yang dipromosikan kepada pelajar, serta rencana pembuatan paracetamol dan antibiotik, menimbulkan kekhawatiran akan kualitas, pengawasan, dan potensi kerugian kesehatan masyarakat.
Rencana ini digagas langsung oleh Mabes TNI, berkoordinasi dengan holding BUMN farmasi termasuk PT Kimia Farma. Panglima TNI menyebut kerja sama ini bertujuan menyediakan pasokan obat saat krisis. Namun belum ada transparansi terkait pengujian medis, izin edar, maupun uji klinis atas produk-produk yang akan dipasarkan ke masyarakat.
Produksi dilakukan di fasilitas militer, sementara distribusi dirancang menjangkau masyarakat sipil melalui kemitraan dengan lembaga negara. Gagasan ini muncul sejak akhir 2024 dan mencuat di awal 2025, saat laporan dugaan keracunan minuman energi MBG mulai diberitakan sejumlah media.
MENGAPA HAL INI MENJADI SOROTAN PUBLIK?
Keterlibatan militer dalam kegiatan bisnis sipil menimbulkan kekhawatiran serius terkait akuntabilitas, transparansi, dan pelanggaran prinsip supremasi sipil. Prof. Zubairi Djoerban, Guru Besar FK UI dan eks Ketua Satgas IDI, menegaskan:
“Produksi obat adalah domain sipil, bukan militer. Tanpa pengawasan BPOM dan uji klinis terbuka, hal itu membahayakan kesehatan publik dan melanggar etika kesehatan.”
Selain itu, Komnas HAM mengingatkan potensi pelanggaran hak atas kesehatan masyarakat jika distribusi obat dilakukan tanpa uji kualitas, termasuk pada kelompok rentan seperti anak-anak dan pelajar.
BAGAIMANA ASPEK HUKUM NASIONAL DAN HAM INTERNASIONAL?
Menurut Pasal 106 UU No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, industri farmasi wajib tunduk pada pengawasan BPOM dan dilarang mengedarkan obat tanpa izin edar. Jika TNI melaksanakan produksi tanpa patuh pada jalur sipil, maka dapat dikategorikan sebagai pelanggaran administratif dan pidana.
Dari sisi hak asasi manusia, Pasal 12 Kovenan Internasional tentang Hak Ekonomi, Sosial, dan Budaya menyatakan bahwa negara wajib menjamin akses publik terhadap obat yang aman dan efektif melalui sistem pengawasan yang independen dan transparan.
Amnesty International menyoroti risiko meningkatnya kontrol militer terhadap kehidupan sipil di negara demokrasi berkembang seperti Indonesia. “Sipilisasi militer” adalah fenomena yang membahayakan prinsip negara hukum.
PERBANDINGAN INTERNASIONAL: MILITER DAN FARMASI DI NEGARA MAJU
Di banyak negara, militer dilarang masuk ke sektor bisnis sipil kecuali dalam keadaan darurat nasional dan tetap harus berada di bawah kontrol sipil. Di Jerman dan Jepang, pelibatan militer dalam urusan sipil adalah pelanggaran konstitusi.
Prof. Kenneth Roth (eks Direktur Human Rights Watch) menyatakan:
“Ketika militer menyusupi sektor sipil tanpa kendali, demokrasi dalam bahaya. Ini bukan hanya soal obat—ini soal arah bangsa.”
CATATAN INTELEKTUAL PRESISI REDAKSI
UngkapKriminal.com menegaskan bahwa produksi dan distribusi obat oleh militer merupakan isu yang tidak hanya teknis, tetapi ideologis dan konstitusional. Kami tidak menuduh, namun kami bertanya:
Apakah militer sedang menjalankan fungsi pertahanan, atau mulai menjelma menjadi entitas bisnis yang melampaui kontrol sipil?
Kami menuntut:
Audit menyeluruh terhadap MBG dan dampaknya?
Transparansi penuh terkait rencana produksi obat?
Keterlibatan otoritas sipil seperti BPOM, IDI, dan Ombudsman?
Perlindungan HAM dan keselamatan publik sebagai prioritas?
Asas praduga tak bersalah kami junjung tinggi. Namun keadilan tidak dapat menunggu sampai korban jatuh lebih banyak.
PENUTUP – KALAM ILAHI DAN SABDA NABI
“Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan apabila kamu menetapkan hukum di antara manusia, hendaklah kamu menetapkannya dengan adil.”
(QS. An-Nisa: 58)
Makna: Allah memerintahkan pemegang kekuasaan untuk menjalankan amanah dengan penuh keadilan dan tanggung jawab, termasuk dalam urusan obat yang menyangkut nyawa rakyat.
“Barang siapa membunuh satu jiwa tanpa alasan yang dibenarkan, maka seakan-akan dia telah membunuh seluruh manusia.”
(QS. Al-Ma’idah: 32)
Makna: Jika suatu produk berbahaya didistribusikan secara sembrono, risikonya bisa berujung fatal. Setiap nyawa rakyat adalah tanggung jawab ilahiah.
“Setiap kalian adalah pemimpin dan akan dimintai pertanggungjawaban atas yang dipimpinnya.”
(HR. Bukhari & Muslim)
Makna: Panglima, menteri, dan produsen bertanggung jawab penuh, bukan hanya di dunia, tapi juga di akhirat.
UNGKAPKRIMINAL.COM
“Kebenaran tidak bisa dibungkam, dan keadilan tidak bisa ditawar.”
Laporkan investigasi Anda ke: investigasiungkapkriminal@gmail.com
More Stories
82,6%{Persen} Jurnalis Perempuan Jadi Korban: Nurani Terbunuh, Sistem Perlindungan Lumpuh?”
Eks Danjen Kopassus Sunarko Tuding Luhut Pembohong: “Penjilat Rakus!” Membongkar Api di Balik 8 Tuntutan Purnawirawan?”
“TIM RAGA Bengkalis: Antara Stabilitas Sosial dan Etika Keadilan Prosedural”