
UNGKAPKRNMINAL.COM | INVESTIGASI KHUSUS
Oleh: Tim Presisi Investigative Intelligence Internasional
Apa yang sesungguhnya tersembunyi di balik euforia penghargaan PHR di ajang APQ Awards 2025? Publik disuguhkan narasi kemenangan spektakuler: tiga penghargaan prestisius digenggam oleh PT Pertamina Hulu Rokan (PHR), anak perusahaan BUMN energi Indonesia. Namun, sebagai jurnalis profetik yang memegang teguh prinsip verifikasi dan keadilan, kami bertanya:
Apakah penghargaan itu berdiri di atas dasar transparansi dan partisipasi publik, atau sekadar pencitraan korporat berbaju keberlanjutan?
Apa Sebenarnya Penghargaan APQ Awards Itu?
Menurut pemberitaan media mainstream, APQ Awards 2025 adalah ajang internal Pertamina untuk memberi apresiasi pada inovasi kualitas dan produktivitas. PHR dinyatakan unggul dalam kategori “Sustainability,” “Operational Excellence,” dan “Strategic Innovation.”
Namun, investigasi awal kami menemukan:
Tidak tersedia dokumentasi publik atas metodologi penilaian, daftar juri independen, ataupun pelibatan masyarakat terdampak dalam proses evaluasi.
Penghargaan internal semacam APQ, bila tak disertai audit independen dan keterlibatan masyarakat sipil, berpotensi menjadi alat legitimasi semu. Prof. Dr. Mohammad Najib, M.Sc., pakar tata kelola korporasi dari Universitas Leiden menyatakan:
“Transparansi dalam penilaian sangat penting untuk mencegah penghargaan berubah fungsi menjadi instrumen propaganda dalam ekosistem korporat negara.”
Ribuan warga Rokan, Siak, dan Bengkalis—yang tinggal di sekitar wilayah operasi PHR—adalah kelompok pertama yang terkena dampak langsung dari klaim “inovasi berkelanjutan” itu. Beberapa komunitas petani dan nelayan mengaku:
Masih mengalami penurunan kualitas air.
Belum ada kejelasan kompensasi atas lahan produktif.
Program CSR yang diumumkan tidak seluruhnya terealisasi di lapangan.
Riko Kurniawan, Direktur WALHI Riau, menegaskan:
“Jika inovasi berkelanjutan hanya menghasilkan trofi dan plakat, tapi tidak mengubah kehidupan masyarakat sekitar, maka itu hanyalah kosmetika korporat.”
Di Mana Letak Kelemahan Tata Kelola Ini?
Ketiadaan audit terbuka serta minimnya pelibatan pihak eksternal independen dalam verifikasi dampak sosial-lingkungan adalah titik kritis. Padahal, sesuai UU No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik, PHR sebagai bagian dari BUMN berkewajiban memberikan akses data relevan kepada masyarakat.
Pasal 33 UUD 1945 juga menyatakan bahwa sumber daya alam dikuasai oleh negara dan digunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat—bukan untuk glorifikasi korporasi.
Kapan Publik Berhak Menuntut Jawaban?
Saat penghargaan diumumkan dan dipublikasikan secara nasional, itulah momen publik juga berhak penuh untuk mengajukan klarifikasi, permintaan data, dan evaluasi atas klaim tersebut. Transparansi bukanlah hak istimewa media arus utama, tapi hak dasar seluruh rakyat.
Bagaimana Seharusnya Inovasi Diukur dan Diuji?
Inovasi yang sejati mestinya memenuhi tiga syarat fundamental:
- Terukur dan terdokumentasi dengan metode ilmiah.
- Terverifikasi oleh lembaga independen dan pihak ketiga.
- Memberikan dampak positif nyata bagi lingkungan dan masyarakat.
Di tingkat global, United Nations Guiding Principles on Business and Human Rights (UNGPs) menuntut agar korporasi menghormati HAM, mencegah dampak negatif, serta menyediakan mekanisme pengaduan dan pemulihan. Hal ini nyaris tidak pernah dibahas dalam euforia penghargaan internal seperti APQ Awards.
Analisis Komparatif: Studi Kasus Korea Selatan vs Indonesia
Di Korea Selatan, perusahaan energi nasional seperti Korea National Oil Corporation (KNOC) mewajibkan laporan ESG (Environmental, Social, and Governance) tahunan yang diaudit oleh lembaga independen dan dibuka untuk publik.
Sebaliknya di Indonesia, penghargaan PHR di APQ Awards belum mencantumkan hasil audit ESG terbuka atau laporan dampak berbasis komunitas.
Catatan Presisi Intelektual Redaksi UngkapKriminal.com
Sebagai media independen berhaluan jurnalisme profetik dan investigatif, kami menegaskan:
Penghargaan tanpa transparansi hanya menambah beban skeptisisme publik.
Inovasi harus dirasakan, bukan hanya dirayakan.
Publik berhak tahu: siapa yang menilai, dengan standar apa, dan siapa yang diuntungkan.
Kami menyerukan dibukanya audit publik atas seluruh inovasi yang memenangkan penghargaan PHR, serta penyusunan laporan ESG berbasis HAM dan prinsip partisipasi komunitas lokal.
Penutup: Hikmah Profetik sebagai Cermin Akuntabilitas
Allah SWT berfirman dalam Al-Qur’an:
“Dan janganlah kamu campuradukkan antara yang hak dan yang batil, dan janganlah kamu sembunyikan kebenaran padahal kamu mengetahuinya.”
(QS. Al-Baqarah: 42)
Rasulullah SAW bersabda:
“Barang siapa menipu (publik), maka ia bukan bagian dari golonganku.”
(HR. Muslim)
Kebenaran tidak membutuhkan panggung.
Ia hanya butuh keberanian untuk diungkap, dibuktikan, dan diperjuangkan.
More Stories
Wilmar: Ini Bukan Sekadar Masalah Lingkungan, Ini Penjajahan Ekonomi Gaya Baru
AZAB PEMBOHONG DAN AWAL KEHANCURAN KETIKA DI DUNIA
“Digitalisasi atau Mark-Up?”: Dugaan Korupsi Laptop Kemendikbud Rp10 Juta Per Unit