Juni 27, 2025

Ungkapkriminal.com

Diandalkan dan ditargetkan

Siapa di Balik Kebocoran Dana Negara? Giam Siak Kecil dan Ironi Dana Internasional Konservasi Hutan Biosfer

Keterangan Foto: Ilustrasi seorang jurnalis perempuan di ruang redaksi investigatif dengan ekspresi serius, duduk di meja kerja yang dipenuhi dokumen rahasia bertanda CONFIDENTIAL, mikrofon, dan laptop. Di belakangnya terpampang layar besar dengan tulisan “Siapa di balik kebocoran dana negara?” Terkait Giam Siak Kecil - Biosfer" serta simbol timbangan hukum, menggambarkan semangat jurnalistik kritis dan keberanian mengungkap kebenaran. Logo UNGKAPKRIMINAL.COM tertera tegas sebagai identitas media investigatif independen.

OLEH KAPERWIL RIAU/PEKANBARU TIM INVESTIGATIVE || UNGKAPKRIMINAL.COM ||PRESISI || INTELIGENCY — NASIONAL || INTERNATIONAL||
“BY DERI YUSUF”
“JUNI” 13 – 2025

UNGKAPKRIMINAL.COM, RIAU —
Kawasan Hutan Giam Siak Kecil–Biosfer, yang sejak 2009 masuk dalam jaringan Cagar Biosfer Dunia UNESCO, kini kembali dalam sorotan tajam.

“Di balik gelar “warisan dunia”, aroma kuat kebocoran anggaran, manipulasi program konservasi, dan pertanyaan besar tentang aliran dana internasional kembali mencuat.

“Siapa yang bermain? Siapa yang diam? Dan siapa yang menikmati?

🌍 Apa Sebenarnya yang Terjadi?

Hutan gambut yang seharusnya menjadi benteng terakhir keanekaragaman hayati ini, kini diduga menjadi ladang proyek “konservasi semu”:

Dana konservasi dari lembaga internasional mengalir setiap tahun

Namun kerusakan ekosistem tetap masif

Kebakaran hutan terus berulang

Tumpang tindih izin HTI, sawit, dan proyek karbon tak kunjung diselesaikan

Warga sekitar menyebut kawasan hutan makin sulit diakses karena dikuasai pihak ketiga, namun tidak ada kontribusi nyata ke desa-desa penyangga.

📍 Di Mana Masalah Ini Terdeteksi?

Kawasan Giam Siak Kecil terbentang di Kabupaten Siak, Bengkalis, dan sebagian kecil Pelalawan. Tiga zona kunci:

Zona Inti (Core Zone): seharusnya steril dari aktivitas manusia

Zona Penyangga (Buffer Zone): mulai terisi HTI dan sawit

Zona Transisi (Transition Zone): menjadi wilayah rawan jual-beli izin

Ironisnya, status “biosfer” digunakan untuk legitimasi proyek-proyek karbon dan kehutanan yang tak jelas akuntabilitasnya.

⏳ Sejak Kapan Terjadi?

Dokumen investigatif menunjukkan aliran dana konservasi masuk sejak:

2007–2015: melalui WWF, Unesco-MAB, dan program REDD+

2016–2020: proyek karbon dan pembiayaan hijau dari luar negeri (Norwegia, Jerman, USAID, Green Climate Fund)

2021–2025: meningkatnya pembiayaan “blue-carbon”, namun tak diketahui ke mana dana itu tersalur

Namun tak ada laporan resmi, tak ada audit publik, dan warga sekitar hutan pun tidak mengetahui siapa penerima manfaat.

👤 Siapa yang Bertanggung Jawab?

Kejanggalan ini mengarah pada sejumlah aktor:

Perusahaan HTI yang mendapat konsesi dalam kawasan lindung (PT RAPP, PT SRL, dll.)

LSM lokal dan internasional yang mengelola dana konservasi, namun tidak transparan

Oknum dalam KLHK, Pemprov Riau, dan Pemkab Siak/Bengkalis yang membiarkan tumpang tindih izin

Lembaga donor internasional yang terus mengucurkan dana tanpa verifikasi dampak nyata

🎯 Mengapa Ini Terjadi?

Status “biosfer” digunakan sebagai tameng dari kritik publik

Proyek karbon dan konservasi dijalankan tanpa audit sosial

Negara tidak membentuk lembaga pengelola transparan berbasis masyarakat

Politik ekologi berubah menjadi proyek elite

🔍 Bagaimana Modusnya?

Laporan proyek ditulis hanya di atas kertas

Dana internasional masuk ke rekening lembaga pengelola, bukan ke masyarakat

Penggunaan istilah seperti “green fund”, “sustainable forestry” sebagai topeng

Proyek konservasi yang sebenarnya hanya memagari lahan, bukan memulihkan ekosistem

*🎙️ *Tanggapan Pakar*

Prof. Fitrian Ardiansyah (Ahli Lingkungan, Ex-UNDP Indonesia):

“Kita harus bedakan: apakah kita sedang menjaga hutan, atau hanya menjaga aliran dananya.”

Dr. Kate Dooley (University of Melbourne – pakar REDD+):

“Konservasi yang tidak melibatkan masyarakat lokal adalah kolonialisme ekologis. Dunia harus berhenti membiayai kerusakan yang dibungkus dengan istilah hijau.”

     *⚖️ *Landasan Hukum*

UU No. 41/1999 tentang Kehutanan

PP No. 46/2017 tentang Instrumen Ekonomi Lingkungan Hidup

Pasal 33 Ayat 3 UUD 1945: bumi, air, dan kekayaan alam dikuasai oleh negara dan digunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat

Prinsip FPIC (Free Prior Informed Consent) dari PBB

UNCAC dan Perjanjian Paris 2015 – pendanaan iklim harus akuntabel

*🧩 *Catatan Intelektual Presisi Redaksi*

UNGKAPKRIMINAL.COM menyatakan bahwa penyusunan artikel ini berlandaskan prinsip jurnalisme keadilan dan tanggung jawab intelektual. Semua pihak disebut berdasarkan rekam jejak dan temuan lapangan. Redaksi membuka ruang hak jawab dan klarifikasi terbuka bagi PT RAPP, PT SRL, KLHK, Unesco, dan lembaga donor manapun yang merasa disebut.

Bila benar masih ada dana dunia mengalir ke Giam Siak Kecil tanpa kontrol masyarakat, maka dunia harus ditagih pertanggungjawabannya atas nama keadilan lingkungan.

*📜 *Penutup: Hutan Adalah Amanah, Bukan Komoditas*

“Telah tampak kerusakan di darat dan di laut akibat ulah tangan manusia. Maka Allah menghendaki agar mereka merasakan sebagian dari akibat perbuatannya, agar mereka kembali ke jalan yang benar.”
(QS. Ar-Rum: 41)
Maknanya: kerusakan ekologis adalah peringatan spiritual.

“Barang siapa menanam pohon dan merawatnya hingga berbuah, maka setiap buah yang dimakan makhluk hidup adalah sedekah baginya.”
(HR. Ahmad)
Maknanya: Hutan bukan hanya pohon, tapi ladang pahala jika dikelola dengan benar.

📌 UNGKAPKRIMINAL.COM
Inteligensi investigatif, intelektual global, dan jihad kalam demi menyuarakan yang tak terdengar.