Juni 27, 2025

Ungkapkriminal.com

Diandalkan dan ditargetkan

JEJAK DOKUMEN GELAP 1.500 HA: Dugaan Perampasan Lahan Berkedok Aset Desa di Bengkalis

Keterangan Foto: Ilustrasi editorial menampilkan seorang petani desa yang tampak bingung dan tertekan, berhadapan dengan pria bersetelan rapi yang memegang dokumen bertuliskan "ASSET DESA". Di latar belakang tergambar sawah, bukit, dan kantor desa. Gambar ini merepresentasikan dugaan perampasan lahan rakyat yang diklaim sebagai aset desa oleh kekuatan administratif terselubung.

UNGKAPKRIMINAL.COM – Sebuah dokumen bertajuk “Berita Acara Peninjauan Lahan Milik Pemerintah Desa Petani” bertanggal 13 Juni 2008 kembali mencuat ke hadapan publik. Di atas kertas, dokumen ini menyatakan keberadaan lahan seluas ±1500 hektare yang disebut milik Pemerintah Desa Petani, Kecamatan Mandau, Kabupaten Bengkalis, Riau. Namun, isi dokumen tersebut justru mengundang kecurigaan serius dan membuka kemungkinan adanya skenario perampasan tanah rakyat yang dilakukan secara terselubung melalui jalur administratif desa.


Tanda-tanda Kejanggalan Mulai Terkuak

Dokumen dimaksud tidak menyebutkan batas wilayah lahan, tidak mencantumkan nomor registrasi aset desa, tidak disertai peta koordinat, dan tidak memuat tanda tangan kepala desa sebagai pejabat struktural yang memiliki kewenangan hukum atas tanah desa. Selain itu, tidak ditemukan stempel resmi maupun keterlibatan lembaga agraria seperti Badan Pertanahan Nasional (BPN) atau rekomendasi dari BPD (Badan Permusyawaratan Desa).

Klaim bahwa lahan tersebut akan dijadikan “cadangan pertanian” selama lebih dari 15 tahun tidak pernah tercermin dalam pelaporan APBDes, laporan keuangan desa, atau laporan musyawarah desa tahunan. Tidak ada bukti tanah tersebut dikelola untuk pertanian, tidak ada distribusi hasil, dan tidak pula dimanfaatkan masyarakat.


Nama yang Tercantum dan Potensi Modus Administratif

Dokumen tersebut hanya ditandatangani oleh dua individu, yakni Tasarudin sebagai tokoh masyarakat dan Nelly Andrico yang saat itu menjabat sebagai Sekretaris Desa Petani. Tidak terdapat tanda tangan kepala desa ataupun pengesahan dari notaris, camat, atau instansi berwenang lainnya.

Dalam praktik mafia tanah, pembuatan dokumen internal seperti ini kerap digunakan sebagai alat untuk menciptakan legalitas semu. Lahan yang belum memiliki kepastian hukum bisa diklaim sebagai milik desa, kemudian dialihkan atau bahkan dijual diam-diam kepada pihak ketiga—baik individu maupun korporasi—dengan dalih sebagai “cadangan pembangunan desa”.


Tanpa Jejak dalam Catatan Negara

Setelah dilakukan penelusuran mendalam, tidak ditemukan catatan resmi mengenai keberadaan tanah 1500 hektare tersebut dalam sistem elektronik BPN maupun dalam dokumen pengelolaan aset desa. Tidak ada informasi soal hasil pengelolaan tanah, siapa penggarapnya, bagaimana pemanfaatannya, dan ke mana hasilnya.

Yang lebih mengkhawatirkan, sebagian besar warga Desa Petani bahkan tidak mengetahui adanya tanah desa seluas 1500 hektare yang pernah digunakan atau dicadangkan untuk pertanian.


Pandangan Ahli dan Potensi Pelanggaran Hukum

Pakar hukum pertanahan dan agraria nasional, Dr. Tulus Nuryanto, S.H., M.Hum, saat dimintai pendapat menegaskan bahwa dokumen semacam ini bisa menjadi alat dalam skenario mafia tanah.

“Jika dokumen semacam ini tidak teregistrasi, tidak diinventarisir sebagai aset desa, tidak dikelola secara terbuka, maka besar kemungkinan itu hanyalah dokumen administratif yang disusun untuk kepentingan gelap. Bisa menjadi bukti awal adanya upaya sistematis untuk merampas tanah negara,” ujar Dr. Tulus.

Beberapa pasal yang dapat dikaitkan dengan dugaan pelanggaran ini antara lain:

Pasal 263 KUHP (Pemalsuan surat),

UU No. 6 Tahun 2014 tentang Desa (pengelolaan aset desa),

UU No. 5 Tahun 1960 tentang Pokok Agraria (UUPA),

serta UU Tipikor No. 31 Tahun 1999 (penyalahgunaan wewenang).


Redaksi Mencium Pola Lama yang Terulang

Tim investigasi UngkapKriminal.com melihat kemunculan dokumen ini sebagai bagian dari pola umum penyalahgunaan kewenangan birokrasi desa dalam urusan pengelolaan aset. Tanpa transparansi, tanah bisa diklaim, dialihkan, bahkan digadaikan. Jika benar tanah itu telah dikuasai oleh pihak luar tanpa persetujuan rakyat dan tanpa musyawarah terbuka, maka ini adalah bentuk perampasan tanah dengan wajah legalitas semu.


🧠 Catatan Intelektual Presisi Redaksi

“Hukum bukan sekadar teks. Ia adalah amanah moral untuk melindungi yang lemah dari kerakusan yang kuat. Ketika 1.500 hektare tanah rakyat hanya ditentukan oleh dua tanda tangan tanpa pengawasan publik, maka yang terjadi bukan keadilan, melainkan penjajahan dalam bentuk baru.”


📖 Penutup: Seruan Ilahi yang Menolak Kezaliman

“Dan janganlah sebagian kamu memakan harta sebagian yang lain di antara kamu dengan jalan yang batil.”
(QS. Al-Baqarah: 188)
Makna: Allah melarang keras segala bentuk manipulasi dan pengambilan harta milik umum dengan cara yang tidak sah.

“Barang siapa mengambil tanah orang lain sejengkal pun tanpa hak, maka akan dikalungkan tujuh lapis bumi di lehernya pada Hari Kiamat.”
(HR. Bukhari dan Muslim)


🔎 Baca selengkapnya & Laporkan Kejahatan Agraria

📰 https://ungkapkriminal.com
📧 Email Redaksi: redaksi@ungkapkriminal.com
📱 Hotline Investigasi Redaksi:
📞 0822-8352-1121
📞 0812-7095-8776