
Oleh: Redaksi UngkapKriminal.com
Bengkalis, Juni 29 – 2025
SUB JUDUL: Dua Dekade Krisis dalam Bayang-bayang Konservasi
Sejak tahun 1998 hingga 2025, pengelolaan kawasan konservasi dan satwa liar di Provinsi Riau—khususnya melalui Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Riau—menjadi sorotan kritis. Alih-alih memperkuat perlindungan hutan dan spesies langka seperti gajah Sumatera, praktik pengelolaan anggaran dan kebijakan konservasi justru menyisakan pertanyaan besar mengenai transparansi, integritas, dan keberlanjutan ekologis.
Di tengah alokasi anggaran yang mengalir dari APBN, PNBP, hibah internasional, dan mitra swasta, sejumlah kawasan hutan konservasi utama seperti Suaka Margasatwa Balairaja justru dilaporkan rusak, tercemar, bahkan terindikasi dialihfungsikan untuk kepentingan komersial ilegal.
Temuan Investigatif Lapangan
- Minimnya Transparansi Anggaran Konservasi
Tidak tersedia secara terbuka data rinci penggunaan anggaran BBKSDA Riau periode 1998–2025.
Tahun 2022, hanya tercatat PNBP sebesar Rp10,45 juta, angka yang tidak proporsional untuk mendanai program perlindungan gajah Sumatera, patroli hutan, dan pelestarian habitat alami.
- Kerusakan Sistematis Suaka Margasatwa Balairaja
Hutan Balairaja mulai mengalami degradasi pada masa Bupati Herliyan Saleh, yang kemudian divonis KPK dalam kasus korupsi.
Proyek jalan lingkar Duri Barat–Timur dibangun menembus kawasan konservasi tanpa transparansi publik.
Di masa Bupati Kasmarni–Bagus Santoso (2020–2025), diduga terjadi pembiaran alih fungsi hutan menjadi kebun sawit dan lahan pribadi.
- Dugaan Komersialisasi dan Keterlibatan Oknum
Informasi dari masyarakat menyebut terjadinya jual beli lahan di dalam kawasan konservasi oleh oknum yang diduga terhubung ke pejabat lokal.
Fenomena ini mengindikasikan adanya penyalahgunaan wewenang dan potensi pelanggaran hukum lingkungan yang serius.
Analisis Hukum Nasional dan Internasional
A. Landasan Hukum Nasional
- UU No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya
Pasal 40 ayat (1): Pelaku perusakan suaka margasatwa diancam pidana hingga 10 tahun dan denda Rp200 juta.
- UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
Pasal 98 ayat (1): Perusakan lingkungan hidup secara sengaja dapat dipidana hingga 15 tahun dan denda Rp15 miliar.
- UU No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik
Pasal 52: Badan publik yang tidak memberikan informasi wajib dapat dikenai sanksi administratif.
- UU No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
Meliputi penyelewengan anggaran, suap, dan penyalahgunaan kewenangan terkait proyek konservasi.
B. Instrumen Hak Asasi Manusia Internasional
- Deklarasi Stockholm 1972 dan Prinsip Rio 1992
Menegaskan bahwa hak atas lingkungan hidup yang bersih dan sehat merupakan bagian dari hak asasi manusia.
- United Nations Convention Against Corruption (UNCAC)
Mengatur pencegahan, deteksi, dan penghukuman terhadap penyalahgunaan anggaran publik dan praktik korupsi sistemik.
Hak Jawab dan Prinsip Jurnalisme Berimbang
Sesuai amanat UU No. 40 Tahun 1999 tentang Pers, pasal 5 ayat (2), media wajib memberikan ruang hak jawab kepada semua pihak yang disebut dalam laporan ini. Maka, Redaksi UngkapKriminal.com:
Telah mengirimkan surat permintaan klarifikasi resmi kepada BBKSDA Riau, Pemerintah Kabupaten Bengkalis, dan pihak-pihak yang disebut dalam laporan ini.
Memberikan waktu 2×24 jam sejak pengiriman terakhir untuk menjawab. Jika tidak ada tanggapan, berita ini akan tetap ditayangkan dengan catatan terbuka untuk hak jawab berikutnya secara proporsional.
Pandangan Pakar
Prof. John Knox (Pelapor Khusus PBB untuk HAM dan Lingkungan):
“Perusakan suaka margasatwa adalah pelanggaran hak generasi masa depan. Negara wajib mengusut dan mengadili semua bentuk penyimpangan ekologis.”Dr. Dedi Rachmadi (Pakar Hukum Lingkungan, Universitas Andalas):
“Ketika anggaran konservasi diselewengkan dan hutan dirusak, negara gagal menjalankan konstitusi dan prinsip keadilan ekologis.”
Banding Internasional: Belajar dari Kostarika
Kostarika berhasil menjadi model konservasi dunia melalui sistem anggaran terbuka, pengawasan independen, dan partisipasi masyarakat. Lebih dari 30% wilayahnya menjadi kawasan lindung, berkat transparansi dan keberanian melawan korupsi konservasi.
Catatan Intelektual Presisi Redaksi
Investigasi ini bukan tuduhan, melainkan jihad kalam intelektual dan profetik demi membela suara-suara bisu dari hutan, gajah, dan generasi masa depan. Kami berdiri di garis perlawanan informasi untuk menuntut: keadilan ekologis, keterbukaan anggaran, dan tanggung jawab moral dari negara.
Penutup: Kalam Ilahi untuk Bumi yang Dikhianati
“Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan oleh ulah tangan manusia. Maka Allah menghendaki agar mereka merasakan sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar).”
(QS. Ar-Rum: 41)“Barang siapa menanam pohon, maka setiap buah yang dimakan oleh manusia, burung, atau binatang, adalah sedekah baginya sampai Hari Kiamat.”
(HR. Ahmad)
Publikasi Resmi
📍 Diterbitkan oleh:
PT. UNGKAP KRIMINAL NEWS
Akte Notaris: No. 1 • NIB: 1009220000378
NPWP: 60.906.352.4–219.000 • SK Kemenkumham: AHU-037464.AH.01.30
🌐 Baca selengkapnya di: https://ungkapkriminal.com
📩 Email: investigasi@ungkapkriminal.com
More Stories
Negeri Beradab, Negeri Kaya Bermarwah: Setidaknya, Hukum Pun Harus Bermarwah!
“Klarifikasi” atau Pengalihan Isu? Dokumen Ibu Penghulu Sungai Tengah Tunjukkan Proyek 1,9 Miliar Lebih, Tapi Minim Transparansi
Pemerintahan Bengkalis Jangan Sepelekan Wartawan dan Alergi Klarifikasi Kebijakan yang Diduga Merugikan Rakyat?