Juli 5, 2025

Ungkapkriminal.com

Diandalkan dan ditargetkan

Gibran Disomasi Massal: Noda Hitam Konstitusi yang Tak Bisa Dicuci

Keterangan Foto Resmi Investigatif Judul Gambar: > "Wajah Wakil Presiden Gibran di Tengah Sorotan Publik dan Media" Deskripsi Visual: Gambar ini menampilkan sosok Wakil Presiden Republik Indonesia, Gibran Rakabuming Raka, berdiri di hadapan mikrofon. Ia mengenakan kemeja putih formal dengan ekspresi wajah datar cenderung jengah, menggambarkan suasana serius dan kemungkinan ketegangan dalam momen yang diabadikan. Latar belakang telah dimanipulasi menjadi warna hitam pekat—sebuah gaya visual yang lazim digunakan dalam desain editorial investigatif, guna menekankan makna simbolik: kekuasaan, rahasia, dan kontras antara terang (transparansi) dan gelap (kekaburan kebenaran). Elemen Tambahan: Di sudut kiri atas terpampang logo khas Media UngkapKriminal.com, dengan ikon jurnalis sedang mengarahkan kamera ke arah publik, serta lambang perisai dengan elang dan tulisan “PERS”. Di bawahnya tertulis slogan tegas: > MEDIA UNGKAP KRIMINAL Diandalkan dan Ditargetkan Makna Simbolik: Frasa “Diandalkan dan Ditargetkan” menjadi gambaran dualitas peran media investigatif: dipercaya publik untuk membongkar kebenaran, namun juga kerap menjadi sasaran serangan balik oleh pihak-pihak yang merasa terancam. Sementara itu, ekspresi Gibran dalam foto ini menguatkan kesan adanya kegelisahan, kemungkinan terkait sorotan publik terhadap posisi politiknya yang kontroversial, khususnya setelah putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 90/PUU-XXI/2023 yang membuka jalan pencalonannya sebagai Wapres.

Oleh: Tim Investigasi Profetik UngkapKriminal.com
Edisi Khusus Headline Nasional| Jakarta – 3 Juli 2025

Lebih dari 100 advokat lintas profesi melayangkan somasi terbuka kepada Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka. Dalam dokumen resmi itu, mereka menyebut Gibran sebagai simbol tercorengnya etika dan konstitusi, serta menuntut pengunduran dirinya dalam waktu tujuh hari sejak surat diterima. Ini bukan gertakan. Ini perlawanan moral terhadap proses kekuasaan yang dianggap membajak hukum dan menginjak martabat bangsa.

Somasi ini dilayangkan sebagai bentuk peringatan terakhir sebelum digulirkannya gugatan konstitusional dan petisi internasional kepada lembaga HAM PBB dan ICJ (International Court of Justice). Tuntutan ini bukan berdiri di atas dasar kebencian, melainkan berdiri di atas tumpukan keadilan yang diinjak-injak oleh skenario politik yang korosif.

Putusan Mahkamah Konstitusi No. 90/PUU-XXI/2023 menjadi dasar legalitas Gibran maju sebagai cawapres. Namun publik sadar: putusan itu keluar dari meja hakim yang memiliki hubungan darah langsung—Anwar Usman, paman kandungnya. Di sinilah konstitusi robek. Di sinilah keadilan diludahi. Apa yang sah secara hukum belum tentu sah secara nurani.

Dr. Refly Harun, pakar Hukum Tata Negara, menyatakan:

“Ini bukan hanya cacat etik, tapi cacat demokrasi. MK menjadi alat pengatur jalan bagi keluarga presiden. Bukan penjaga konstitusi, tapi pelayan dinasti.”

Prof. Jimly Asshiddiqie, mantan Ketua MK, menambahkan:

“Etika adalah ruh konstitusi. Ketika ruh itu dicabut, konstitusi jadi mayat. Maka Wapres hari ini bukan simbol legitimasi, tapi simbol kompromi politik.”

Dr. Margarito Kamis, ahli hukum konstitusi, tegas menyebut:

“Gibran adalah akibat dari sistem yang disusupi kuasa keluarga. Dalam tradisi republik, ini tidak boleh dibiarkan hidup tanpa perlawanan.”

Tak hanya pakar. YLBHI dan ICW mencium aroma kuat korupsi kekuasaan yang sistematis. Mereka menilai langkah Gibran melanjutkan kekuasaan ayahnya adalah bentuk rekayasa politik yang mencederai hak-hak rakyat untuk mendapat pemimpin yang lahir dari proses bersih.

Sementara itu, jaringan kampus mulai bergerak. Di Yogyakarta, Bandung, Makassar, dan Medan, spanduk #GibranLengser dan #ReformasiDibajak kembali muncul. Gelombang mahasiswa, akademisi, dan aktivis mulai menabuh genderang pertarungan moral baru. Republik ini sedang mempertanyakan dirinya: Apakah kita masih punya harga diri sebagai bangsa?

Pihak Istana tetap membisu. Gibran tak memberikan klarifikasi, seolah mengamini narasi bahwa diam adalah kekuasaan. Tapi rakyat tak lagi bisa diam. Karena diam berarti membiarkan luka bangsa menganga lebih dalam.

Catatan Presisi Redaksi:

Kami tidak sedang menulis untuk memuaskan selera politik siapa pun. Kami menyusun fakta untuk menyadarkan bangsa. Jika hari ini kita membiarkan keadilan diinjak dengan senyum kekuasaan, besok anak-anak kita akan hidup di negeri tanpa malu.

Penutup – Cahaya dari Kalam Langit

“Apabila amanah disia-siakan, tunggulah kehancuran.”
(HR. Bukhari No. 6496)
Ketika jabatan bukan lagi amanah, tapi warisan kekuasaan, maka kehancuran bukan ancaman—ia hanya soal waktu.

“Dan janganlah kamu sembunyikan kebenaran, padahal kamu mengetahuinya.”
(QS Al-Baqarah: 42)
Siapa diam terhadap pengkhianatan konstitusi, maka ia bagian dari kerusakan itu sendiri.

UngkapKriminal.com
Tajam, Intelektual, Presisi||

📲 Follow kami di seluruh platform: @ungkapkriminal
🌐 Baca dan sebarkan versi Investigative: UngkapKriminal.com