
UngkapKriminal.com | Kandis, Siak, Riau —
Lebih dari tiga dekade sejak berdirinya, Pasar Pemda Kandis yang terletak di Kecamatan Kandis, Kabupaten Siak, Provinsi Riau, masih menyisakan misteri kepemilikan tanah yang belum pernah dijawab secara tuntas oleh negara. Pertanyaan utama yang terus bergema hingga kini adalah: Apakah lahan tersebut merupakan hasil hibah secara sah, atau justru dirampas dari pemilik aslinya, Martulen Simbolon?
Pasar Didirikan, Status Tanah Dipertanyakan
Berdasarkan penelusuran tim investigatif UngkapKriminal.com, pembangunan Pasar Pemda Kandis diduga berlangsung antara tahun 1990, saat wilayah tersebut masih berada di bawah administrasi Kabupaten Bengkalis sebelum pemekaran wilayah Kabupaten Siak pada 1999.
Di lahan itulah, pusat perdagangan rakyat tumbuh. Namun, di balik geliat ekonomi, konflik kepemilikan diam-diam mengakar kuat.
Martulen Simbolon, warga yang kini telah Meninggal Dunia, Dan Ahli Waris mengklaim Sesuai dengan Surat Dasar Segel 1987, Benar bahwa tanah tersebut adalah milik sah milik keluarganya Martulen Simbolon (Alhm) yang tidak pernah secara resmi dihibahkan kepada pemerintah Manapun!! Bahkan, dalam beberapa pernyataan yang diperoleh dari pihak keluarga, tidak pernah ada bukti tertulis berupa akta hibah, surat pernyataan, atau ganti rugi atas pengalihan dan Tanda terima hibah Dari pihak Pemerintah Manapun dan Ahli Mengatakan Tidak Pernah Memecah Surat Untuk Atas Nama Pemerintah Manapun Terkait lahan tersebut.
Martulen, Pemerintah Daerah, dan Jejak Administratif
Martulen Simbolon disebut sebagai pihak yang sejak awal memiliki hak atas lahan tersebut. Berdasarkan pengakuan pihak keluarga, sebelum pasar dibangun, Martulen telah menguasai fisik lahan dan memanfaatkannya untuk kegiatan ekonomi pribadi.
Namun, versi berbeda muncul dari pihak pemerintah daerah. Beberapa pejabat lama yang sempat diwawancarai oleh tim menyatakan bahwa lahan itu telah dihibahkan secara sukarela, meskipun tidak dapat menunjukkan dokumen resmi yang mendukung klaim tersebut.
“Zaman dulu banyak yang diserahkan untuk kepentingan umum tanpa proses administrasi formal,” ungkap seorang mantan pejabat kecamatan yang meminta identitasnya disamarkan.
Jejak Sejarah yang Kabur dalam Arsip Pemerintah
Dokumen resmi dari tahun 1990 sangat sulit ditemukan. Tim investigatif telah mengajukan permintaan informasi publik (PPID) ke Pemerintah Kabupaten Siak dan Kecamatan Kandis, namun hingga artikel ini diterbitkan, belum ada dokumen otentik yang membuktikan status hukum hibah atau pelepasan hak dari Martulen Simbolon.
Di sisi lain, pasar tersebut telah beroperasi selama kurang lebih dari 35 tahun tanpa ada penyelesaian administratif yang jelas. Bahkan retribusi pasar telah berjalan bertahun-tahun, menghasilkan pendapatan asli daerah (PAD), yang ironisnya mungkin berasal dari tanah yang belum jelas status hukumnya.
Potensi Pelanggaran HAM dan Ketidakadilan Agraria
Apabila klaim Ahli Waris Atau Keluarga Besar Martulen Simbolon (Alhm) terbukti benar, maka pemerintah daerah berpotensi telah melanggar hak atas tanah sebagai bagian dari hak asasi manusia, sebagaimana dijamin dalam:
Pasal 28H UUD 1945: “Setiap orang berhak memiliki milik pribadi dan hak milik tersebut tidak boleh diambil secara sewenang-wenang oleh siapa pun.”
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Pokok Agraria (UUPA): Menjamin perlindungan hukum atas hak milik tanah.
Deklarasi Universal HAM PBB Pasal 17: “Setiap orang berhak memiliki harta secara sendiri maupun bersama orang lain. Tidak seorang pun boleh dirampas hartanya secara sewenang-wenang.”
Tanpa kejelasan status, maka tidak hanya Ahli Waris keluarga Besar Martulen Simbolon (Alm) yang dirugikan, tapi kepercayaan publik terhadap integritas pemerintah juga ikut tercoreng.
Tanggapan Keluarga dan Upaya Klarifikasi
Tim redaksi telah menghubungi pihak Ahli Waris keluarga Besar Martulen Simbolon (ALM) Mereka menyatakan bahwa telah berulang kali meminta klarifikasi dari pihak pemerintah, namun tidak mendapatkan jawaban tuntas.
“Kami ingin kejelasan. Ini bukan soal uang semata, tapi soal hak. Kalau memang dihibahkan, mana suratnya? Kalau dirampas, kami mohon keadilan ditegakkan,” ujar seluruh Ahli Waris Keluarga Besar Martulen Simbolon (ALHM)
“Respons Pemerintah
Pemkab Siak, Bungkam atau Belum Sempat Bicara?
Hingga berita ini diturunkan, Pemerintah Kabupaten Siak belum memberikan pernyataan resmi. Surat konfirmasi resmi investigatif telah kami kirimkan kepada:
Bupati Siak,
Kepala Dinas Pasar dan Perdagangan,
Camat Kandis,
Kepala Bagian Aset Daerah.
Kami memberi waktu klarifikasi 2×24 jam sesuai standar etika jurnalistik investigatif. Bila tak ada jawaban, maka publik akan menilai berdasarkan data yang tersedia.
Catatan Intelektual Presisi Redaksi
Kasus seperti ini memperlihatkan betapa pentingnya reformasi agraria dan transparansi administrasi dalam pemerintahan. Tidak semua yang “diam” berarti selesai, dan tidak semua aset pemerintah sah secara hukum bila tidak dibarengi dokumentasi.
Redaksi mengingatkan, investigasi ini bukan untuk menyudutkan, melainkan untuk menggugah kesadaran akan pentingnya keadilan dan kebenaran — termasuk dalam aspek pertanahan publik.
Penutup: Ayat Keadilan dan Hak Milik dalam Islam
“Dan janganlah sebagian kamu memakan harta sebagian yang lain di antara kamu dengan jalan yang batil…”
(QS. Al-Baqarah: 188)
Makna: Islam mengharamkan pengambilan harta orang lain tanpa hak, termasuk dalam bentuk tanah. Pemerintah wajib menjadi pelindung, bukan perampas.
“Barang siapa mengambil hak orang lain, maka Allah akan menuntutnya pada hari kiamat.”
(HR. Bukhari dan Muslim)
Baca selengkapnya investigasi UngkapKriminal.com dan bantu sebarkan kebenaran. Jika Anda memiliki dokumen, bukti, atau pernah terlibat dalam sejarah pasar ini, hubungi redaksi kami melalui email atau WhatsApp resmi.
More Stories
Dugaan Manipulasi SHM oleh Pemkab Siak: Hukum Bicara, Rakyat Bertanya
Dua Luka Bangsa: Tunjangan DPR Rp1,74 Triliun vs Balita Mati Cacingan – Publik Bertanya, Negara untuk Siapa?
Diam Seribu Bahasa: Dugaan Kejanggalan Dana BOS & LKS SDN 01 Buantan Lestari 2023–2025, Publik Menuntut Transparansi