Agustus 24, 2025

Ungkapkriminal.com

Diandalkan dan ditargetkan

Breaking News Investigative Intel: Benarkah Riau Merdeka? Jejak Tabrani Rab dan Sorotan Eks Intelijen Negara

Keterangan Foto: Cuplikan visual wawancara eksklusif bersama mantan pejabat intelijen negara, dipadukan dengan identitas redaksi UngkapKriminal.com yang mengusung slogan “Fakta Bukan Drama” dan motto “Jihad Kalam Ilahi”. Gambar ini merepresentasikan komitmen investigasi berbasis data, bukan rekayasa, dalam mengungkap isu strategis nasional dan internasional.

Pekanbaru – UngkapKriminal.com —
Isu “Riau Merdeka” kembali menyedot perhatian publik nasional dan internasional setelah cuplikan wawancara mantan pejabat intelijen negara beredar di media sosial. Dalam pernyataan itu, ia menegaskan bahwa Riau pernah secara terbuka menuntut kemerdekaan, sejajar dengan Aceh, Irian Jaya (Papua), dan Maluku.
Pernyataan ini menghidupkan kembali memori sejarah tentang Tabrani Rab, tokoh yang pada 15 Maret 1999 mendeklarasikan Gerakan Riau Merdeka (GRM) sebagai protes terhadap ketidakadilan distribusi hasil kekayaan alam.

Tabrani Rab (alm), penggagas Gerakan Riau Merdeka; mantan pejabat intelijen negara; akademisi dan tokoh politik regional.

Deklarasi politik yang menyerukan “Riau Merdeka” dan masuk radar pemantauan intelijen nasional.

Deklarasi pertama 15 Maret 1999; isu kembali mengemuka Agustus 2025 pasca-viral wawancara eks intelijen.

Riau sebagai pusat gerakan; sorotan media nasional dan internasional.

Protes atas eksploitasi sumber daya alam Riau oleh pusat tanpa timbal balik yang sepadan untuk daerah.

Dilakukan lewat deklarasi damai, pernyataan publik, dan jaringan advokasi politik daerah.

  Latar Belakang Gerakan

Menurut arsip InsideIndonesia.org, GRM lahir pada masa transisi Reformasi ketika wacana pemisahan diri merebak di beberapa daerah. Tabrani Rab menyatakan bahwa tujuan utama bukan memisahkan diri secara fisik dari NKRI, tetapi menuntut kedaulatan ekonomi dan budaya yang diabaikan oleh pusat.
Dalam buku Menuju Riau Berdaulat, Tabrani menulis:

“Riau tidak ingin menjadi anak tiri di rumahnya sendiri.”

      Perspektif Intelijen

Cuplikan wawancara yang kini viral memperlihatkan seorang eks pejabat intelijen negara berkata:

“Secara menyeluruh, semua wilayah tuntut merdeka. Bukan saja Aceh, Irian Jaya, dan Maluku; kini Riau juga menuntut merdeka dari Indonesia.”

Analisis redaksi menyimpulkan, pernyataan ini membuktikan bahwa isu Riau Merdeka pernah masuk kategori potensi ancaman strategis yang dipantau oleh lembaga keamanan nasional.

   Analisis Pakar Internasional

Dr. Ahmad Zulkifli (Universiti Kebangsaan Malaysia) menilai GRM sebagai fenomena resource nationalism:

“Daerah kaya sumber daya yang merasa termarjinalkan akan membentuk identitas politik yang kuat. Respons pemerintah pusat menentukan apakah wacana ini mereda atau membesar.”

Prof. Henri van der Meulen (Leiden University, Belanda) menjelaskan dari perspektif hukum internasional:

“Deklarasi politik damai, tanpa senjata, adalah bagian dari political dissent. Ini berbeda dengan separatisme bersenjata dan dilindungi oleh Kovenan Internasional Hak Sipil dan Politik.”

  Landasan Hukum Nasional & HAM Internasional

UUD 1945 Pasal 1 ayat (1): Negara Indonesia adalah Negara Kesatuan yang berbentuk Republik.

UU No. 17 Tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan: melarang aktivitas memisahkan diri dari NKRI.

ICCPR Pasal 1: Hak menentukan nasib sendiri dalam koridor hukum internasional.

    Lampiran Dokumen Investigasi
  1. Arsip Deklarasi GRM – Rekaman pernyataan Tabrani Rab pada 15 Maret 1999.
  2. Laporan Intelijen Internal 2000–2003 – Menempatkan Riau dalam daftar wilayah “rawan potensi disintegrasi” bersama Aceh, Papua, Maluku (sumber: dokumen bocor terbatas).
  3. Peta Intelijen Konflik Daerah – Diagram interaktif yang memetakan intensitas wacana kemerdekaan di berbagai wilayah Indonesia pasca-Reformasi.
  4. Transkrip Wawancara Eks Intelijen – Pernyataan lengkap yang mengaitkan Riau dalam konteks nasional. Analisis Peta Intelijen Konflik Daerah (2000–2025)

Aceh: Redup pasca-MoU Helsinki 2005.

Papua: Masih aktif, dengan eskalasi fluktuatif.

Maluku: Konflik mereda, isu kemerdekaan jarang muncul.

Riau: Intensitas tinggi pada 1999–2003, kemudian menurun, namun tetap menjadi memori kolektif dan simbol perlawanan kebijakan pusat.

Catatan Intelektual Presisi Redaksi

Riau Merdeka bukan sekadar slogan, tetapi manifestasi dari rasa keadilan yang terabaikan. Liputan ini menunjukkan bahwa selama pusat tidak memberikan distribusi yang adil atas hasil kekayaan alam, narasi kemerdekaan akan terus muncul dalam bentuk simbolis atau nyata.

Penutup – Pesan dari Kalam Ilahi

Allah berfirman:

“Dan janganlah kebencianmu terhadap suatu kaum mendorongmu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa.” (QS. Al-Ma’idah: 8)

    Rasulullah ﷺ bersabda:

“Pemimpin adalah penggembala, dan ia bertanggung jawab atas yang digembalakannya.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Keadilan adalah pagar keutuhan negara; ketika pagar itu rapuh, retakan akan bermula.