
UngkapKriminal.com – Satire Sastra Profetik Intelektual
Konon, di setiap mimbar politik negeri ini, kata “campur tangan asing” selalu dijadikan mantra penyelamat. Seakan-akan semua luka bangsa bersumber dari bayang-bayang asing: dari Washington, Beijing, Tokyo, hingga entah negeri jauh yang bahkan rakyat tak tahu letaknya di peta.
Namun, mari kita jujur sejenak: apakah benar asinglah yang memeras keringat rakyat? Ataukah tangan-tangan kebijakan pemerintah sendiri yang lebih dulu mencekik, sebelum jari-jari asing sempat menyentuh?
Ketika Janji Jadi Jerat
Setiap rezim datang membawa slogan. Ada yang berjanji kemandirian, ada yang mengumbar kedaulatan. Tapi dalam praktiknya, rakyatlah yang justru digiring dalam lorong gelap penuh beban: harga naik, pajak bertambah, subsidi dipangkas. Bukannya meringankan, kebijakan sering menjadi palu godam yang menghantam meja makan keluarga kecil di pelosok desa.
Asing Jadi Kambing Hitam
Mudah sekali berteriak: “Ini semua ulah asing!”
Padahal, ketika listrik membengkak, BBM melambung, hingga harga beras meroket—asing tak pernah hadir di meja warung kecil. Yang ada adalah kebijakan yang lahir dari ruang rapat berpendingin ruangan di Jakarta, ditandatangani pejabat bersetelan jas, lalu diumumkan dengan wajah tenang sambil berkata: “Ini demi rakyat.”
Satire dari Perut Kosong
Rakyat tidak menyoal siapa yang campur tangan—asing atau lokal. Yang mereka tahu hanyalah isi dompet yang semakin menipis, cicilan yang kian mencekik, dan biaya sekolah anak yang melambung. Maka, kalimat satire pun lahir dari perut yang keroncongan:
“Tak perlu asing, pemerintah sendiri sudah cukup membuat darah rakyat mendidih.”
Hukum dan Keadilan
Dalam perspektif hukum, UUD 1945 Pasal 33 jelas menegaskan bahwa bumi, air, dan kekayaan alam dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat. Begitu pula Deklarasi Universal HAM (Pasal 25) menekankan hak setiap orang atas standar hidup yang layak. Jika kebijakan justru memberatkan rakyat, bukankah itu pengingkaran terhadap konstitusi dan hak asasi manusia?
Catatan Intelektual Presisi Redaksi
Satire ini bukan tudingan personal, melainkan refleksi kritis. Kita tidak menolak peran asing, tidak pula menutup mata atas realitas global. Namun, mari jangan lagi menjadikan asing sebagai kambing hitam, sementara kebijakan internal justru menjadi beban nyata yang dirasakan rakyat saban hari.
Penutup
Al-Qur’an mengingatkan:
“Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum sampai mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri.” (QS. Ar-Ra’d: 11)
Dan Nabi Muhammad SAW bersabda:
“Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi manusia.” (HR. Ahmad)
Maka, sebaik-baik pemerintah adalah yang membuat rakyatnya tersenyum, bukan yang membuat rakyatnya menjerit.
>*UngkapKriminal.com – Jihad Kalam, Menggugat Kebatilan dengan Kalam Kebenaran.
More Stories
Nadiem Makarim Terseret Kasus Chromebook: Dari Digitalisasi Bangsa ke Jeratan Hukum
Lawatan Beijing: Diplomasi Senyap Prabowo dan Putin dalam Panggung Global
Gelombang Demo, Kerusuhan, dan Penjarahan: Membaca Akar Konflik Politik, Ekonomi, dan Perebutan Tahta