
Perlukah Indonesia Menempuh Jalan Nepal?
UngkapKriminal.com – Investigative Profetik Di negeri yang katanya subur makmur ini, kekuasaan sering kali berubah menjadi candu. Para elite pejabat, mafia anggaran, dan koruptor berdiri di panggung politik dengan wajah tersenyum, sementara rakyat di bawah panggung berteriak tanpa suara. Pertanyaan yang menggema: Sadarlah, bertaubatlah wahai para penguasa yang bersekutu dengan korupsi! Ataukah Indonesia memang harus menempuh jalan pahit seperti Nepal, yang menumbangkan monarki dan membongkar oligarki dengan darah dan air mata?
Para elite pejabat, penguasa anggaran, mafia proyek, koruptor kelas kakap hingga tukang stempel kebijakan yang menukar amanah rakyat dengan amplop.
Dugaan praktik korupsi berjamaah, permainan mafia anggaran, penghisapan dana APBN, APBD, dan dana desa. Suatu sistemik penyakit yang tak pernah benar-benar diobati.
Dari era reformasi hingga kini, tahun 2025, seolah tiada generasi elite yang benar-benar steril dari noda korupsi.
Di Jakarta hingga ke pelosok desa, dari ruang rapat DPR hingga lorong kantor desa. Korupsi telah berwajah nasional.
Karena kuasa tanpa iman melahirkan kerakusan. Sistem hukum sering tumpul ke atas, tajam ke bawah. Integritas dibarter dengan kekuasaan, dan rakyat hanya menerima sisa-sisa janji.
Melalui mark up proyek, bancakan dana bansos, permainan CSR, fee proyek, hingga laporan fiktif yang dirancang rapi dengan stempel legalitas.
Nepal sebagai Cermin
Nepal pernah mengalami kejatuhan rezim karena korupsi, oligarki, dan pengkhianatan elite terhadap rakyat. Rakyat bangkit, rezim runtuh, sistem berubah. Pertanyaannya: Apakah Indonesia harus jatuh sejauh itu baru sadar?
Profesor Transparency International, Michael Johnston, menyebut bahwa “korupsi yang membudaya tak hanya merampok uang negara, tetapi juga membunuh kepercayaan publik terhadap demokrasi.”
Landasan Hukum Nasional dan HAM Internasional
UU No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Pasal 7 UNCAC (United Nations Convention Against Corruption, 2003): negara wajib mencegah korupsi dengan sistem merit, transparansi, dan akuntabilitas.
Pasal 28D UUD 1945: setiap orang berhak atas kepastian hukum yang adil.
Jika terbukti, ancaman hukum bagi koruptor adalah pidana penjara seumur hidup atau maksimal 20 tahun, serta denda hingga Rp1 miliar.
Catatan Intelektual Presisi Redaksi
Indonesia tidak perlu menunggu “Nepal” kedua untuk sadar. Jalan profetik mengajarkan taubat sosial-politik: kembali pada kejujuran, amanah, dan keadilan. Investigasi ini bukan tuduhan personal, tetapi refleksi nasional atas penyakit kronis bernama korupsi.
Penutup Profetik
Allah berfirman dalam QS. Al-Baqarah (2:188):
“Dan janganlah sebagian kamu memakan harta sebagian yang lain dengan jalan yang batil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebagian daripada harta orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, padahal kamu mengetahui.”
Rasulullah ﷺ bersabda:
“Setiap daging yang tumbuh dari sesuatu yang haram, maka neraka lebih utama baginya.” (HR. Tirmidzi).
Bangsa ini masih punya pilihan: bertaubat, membersihkan diri, atau jatuh ke jurang sejarah seperti Nepal.
More Stories
Gatot Nurmantyo Minta Jokowi Diadili, Publik Bertanya: Antara Kepastian Hukum dan Praduga Tak Bersalah
Diam Seribu Bahasa: Dugaan Kejanggalan Dana BOS & LKS SDN 01 Buantan Lestari 2023–2025, Publik Menuntut Transparansi
Malam Mencekam di Mandau: Pengungkapan Kasus Curas Depan Warung Bakso Mas Agus