
UNGKAPKRIMINAL.COM – Dunia adalah panggung sementara, dan setiap aktor yang hadir di atasnya akan meninggalkan tirai kehidupan. Tidak ada manusia, hewan, atau makhluk apa pun yang kekal; semuanya tunduk pada hukum universal: kematian sebagai keniscayaan.
Kitab suci Al-Qur’an menegaskan dalam Surah Ali ‘Imran (3) Ayat 185):
﴿ كُلُّ نَفْسٍ ذَائِقَةُ الْمَوْتِ ۗ وَإِنَّمَا تُوَفَّوْنَ أُجُورَكُمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ ۖ فَمَنْ زُحْزِحَ عَنِ النَّارِ وَأُدْخِلَ الْجَنَّةَ فَقَدْ فَازَ ۗ وَمَا الْحَيَاةُ الدُّنْيَا إِلَّا مَتَاعُ الْغُرُورِ ﴾
“Setiap yang bernyawa pasti akan merasakan mati. Dan sesungguhnya pada hari kiamat sajalah diberikan dengan sempurna balasanmu. Barang siapa dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam surga, maka sungguh ia memperoleh kemenangan. Dan kehidupan dunia itu tidak lain hanyalah kesenangan yang memperdaya.”
Makna: Ayat ini mengingatkan kita bahwa kematian adalah kepastian bagi setiap makhluk hidup, tanpa terkecuali. Kehidupan dunia hanyalah sementara, penuh tipu daya, dan ujian. Hakikat keberhasilan sejati bukanlah kedudukan atau harta, tetapi ketika seseorang kelak diselamatkan dari api neraka dan masuk ke dalam surga Allah SWT.
Kematian: Kesadaran Profetik yang Melampaui Zaman
Ayat ini tidak sekadar pengingat spiritual, melainkan pernyataan kosmik tentang kefanaan. Dalam perspektif intelektual profetik, kematian adalah gerbang transisi dari realitas material menuju keabadian. Filosof Yunani kuno menyebutnya metanoia, peralihan jiwa. Sedangkan Al-Qur’an menegaskan bahwa hakikat kehidupan sejati baru bermula setelah dunia ini selesai.
Kita sering terjebak dalam tipuan dunia: jabatan, kekuasaan, harta, dan popularitas. Namun Al-Qur’an menyingkap bahwa semua itu hanyalah mataa’ul ghurur — kesenangan yang memperdaya. Inilah kritik tajam bagi peradaban modern yang kerap menuhankan dunia, lupa bahwa kemenangan sejati adalah keselamatan akhirat.
Jihad Kalam: Menulis Melawan Lupa
Sebagai media jihad kalam, UngkapKriminal.com tidak berhenti pada berita duniawi semata. Kami berikhtiar mengingatkan bahwa pena, kata, dan kalimat adalah senjata melawan kelupaan. Mengingat kematian adalah bagian dari jihad intelektual: menata akhlak, mengokohkan moral, serta meneguhkan kesadaran bahwa keadilan dan kebenaran tidak boleh dikhianati.
Kematian seorang tokoh, pejabat, ulama, atau rakyat jelata adalah pengingat kolektif: tidak ada yang kebal, semua akan berpulang. Maka, jihad kalam menjadi misi suci untuk membangun kesadaran umat bahwa setiap napas adalah amanah, dan setiap kata adalah pertanggungjawaban.
Catatan Intelektual Redaksi
Redaksi menegaskan: artikel ini adalah renungan profetik, bukan sekadar retorika. Kami berdiri di atas asas praduga tak bersalah, profesional, dan intelektual dalam menyampaikan pesan. Kematian adalah fakta universal, bukan isu yang bisa diperdebatkan. Yang bisa kita lakukan hanyalah merenung, memperbaiki diri, dan menegakkan keadilan selama hayat dikandung badan.
Penutup: Pesan Ilahi
Rasulullah ﷺ bersabda:
“Perbanyaklah mengingat pemutus kenikmatan (yaitu kematian).”
(HR. Tirmidzi, no. 2307)
Ayat dan hadis ini bersenyawa: hidup bukan tentang berapa lama kita singgah, tetapi tentang bagaimana kita menyiapkan pulang.
Semoga setiap kata yang tertulis menjadi jihad kalam, pengingat abadi bahwa setiap jiwa pasti akan merasakan mati, dan hanya dengan rahmat Allah-lah kemenangan hakiki diperoleh.
More Stories
🌍 UngkapKalam Profetik: “Dan Dia Bersama Kamu di Mana Saja Kamu Berada”