Rokan Hulu, Riau — UngkapKriminal.com
Langit Bonai hari itu berwarna teduh, namun suasana di halaman Rumah Adat Suku Bonai justru membara oleh semangat perjuangan dan persaudaraan. Puluhan tokoh adat, ninik mamak, pemuda, dan perwakilan masyarakat adat berbaur dengan jajaran PT Agrinas Palma Nusantara, sebuah entitas BUMN yang kini menjadi sorotan publik nasional.
Momen bersejarah ini menjadi saksi lahirnya titik temu kebijaksanaan adat dan tanggung jawab negara. Dalam suasana penuh haru dan tekad, lebih dari 90 persen tokoh dan masyarakat adat Bonai menegaskan pengakuan terhadap Tanah Ulayat mereka, yang kini menjadi ruang dialog antara masyarakat adat dan negara melalui Agrinas.
“Kami tidak menolak pembangunan, tapi kami menolak ketidakadilan. Agrinas hari ini datang bukan sebagai lawan, melainkan sebagai mitra yang mau mendengar suara adat,” ujar Datuk Sutan Bonai, usai pertemuan adat di Rumah Adat Bonai, Jumat (24/10/2025).
Sinergi atau Pertarungan Kepentingan?
Pertemuan tersebut diinisiasi setelah mencuatnya isu bahwa sebagian wilayah adat Bonai masuk dalam kawasan yang disebut dalam operasi Satgas PKH (Penertiban Kawasan Hutan). Namun di tengah kontroversi itu, Agrinas memilih pendekatan humanis-dialogis, bukan represif.
Perwakilan Agrinas di lapangan menegaskan bahwa pihaknya menghormati seluruh proses adat dan hukum yang berlaku.
“Kami hadir bukan untuk mengambil, melainkan untuk menata dan bekerja sama. Jika lahan ini memang tanah ulayat, maka kami harus duduk bersama dengan pemilik adat, bukan menindas mereka,” ujar salah satu perwakilan lapangan Agrinas dengan nada diplomatis dan terbuka.
Pendekatan ini diapresiasi oleh para tokoh adat Bonai, yang melihat kehadiran Agrinas bukan semata proyek ekonomi, melainkan peluang untuk membangun kedaulatan pangan berbasis adat dan lingkungan berkelanjutan.
Refleksi Hukum dan Kemanusiaan
Dalam perspektif hukum nasional dan HAM internasional, langkah dialogis ini sejalan dengan Pasal 18B ayat (2) UUD 1945 dan Putusan MK No. 35/PUU-X/2012, yang menegaskan bahwa hutan adat bukan bagian dari hutan negara.
Pendekatan dialog antara Agrinas dan masyarakat adat merupakan bentuk nyata dari prinsip Free, Prior, and Informed Consent (FPIC) sebagaimana termaktub dalam Deklarasi PBB tentang Hak-Hak Masyarakat Adat (UNDRIP 2007).
Menurut Prof. Dr. M. Ridwan Lubis, pakar hukum agraria dan dosen tamu di Université de Genève, Swiss:
“Keadilan agraria bukan hanya soal tanah, tapi juga soal kehormatan dan keberlanjutan hidup manusia. Bila negara atau korporasi mampu membangun relasi setara dengan masyarakat adat, maka itu bukan sekadar proyek pembangunan — itu rekonsiliasi sejarah.”
Harapan Baru dari Bonai
Suara tawa dan semangat hari itu bergema di halaman rumah adat. Masyarakat adat Bonai dan perwakilan Agrinas tampak berfoto bersama — bukan sekadar simbol persahabatan, tetapi deklarasi moral bahwa perjuangan menjaga tanah ulayat tidak harus berujung konflik.
“Kami ingin hidup berdampingan dalam kebenaran, bukan permusuhan. Agrinas pun anak bangsa, dan kami pun anak negeri. Mari kita buktikan bahwa pembangunan bisa berjalan tanpa menindas adat,” ungkap Nini Mamak Bonai, perempuan adat yang dihormati karena kebijaksanaannya.
Catatan Intelektual Presisi Redaksi
Pertemuan antara Agrinas dan Masyarakat Adat Bonai menjadi refleksi penting di tengah derasnya arus industrialisasi sumber daya alam di Indonesia.
Masih banyak pertanyaan yang harus dijawab, terutama soal batas wilayah, legalitas, dan keadilan distribusi manfaat. Namun, langkah kecil menuju dialog patut diapresiasi sebagai manifestasi rekonsiliasi sosial dan ekologis.
Keadilan sejati tidak lahir dari senjata hukum semata, tetapi dari hati yang tulus mendengar dan menegakkan kebenaran. Negara, adat, dan korporasi harus berada dalam satu kesadaran: tanah bukan sekadar aset — ia adalah ibu pertiwi yang menumbuhkan peradaban.
Penutup Profetik
“Dan janganlah kebencianmu terhadap suatu kaum mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa.”
(QS. Al-Ma’idah: 8)
Maknanya: Keadilan bukan milik pihak yang kuat, tetapi hak setiap manusia yang hidup di bawah langit Tuhan. Adat, negara, dan korporasi sama-sama wajib menegakkan keadilan agar bumi tidak menjadi ladang kezaliman.
Redaksi UngkapKriminal.com
Suara Kebenaran, Cahaya Keadilan, dan Kalam yang Menyuarakan Nurani Bangsa.
🕊️ FAKTA BUKAN DRAMA



More Stories
“Geger di Meja ILC: Rismon Sianipar Tantang Nasib Polri – Direformasi atau Dibubarkan?”
Jalan Rakyat Minas Terkorbankan: Truk Raksasa, Pajak Menguap, Nyawa Melayang – Dimana Negara Hadir?
Bendahara Desa Boncah Mahang Dituduh Sengaja Bungkam: Wajah Ketidakpedulian dan Kebohongan Terstruktur