
Redaksi: UngkapKriminal.com
Jurnalisme Tajam, Akurat, Beradab — Berdiri pada Kode Etik, Berjalan atas Nurani
Dalam riuh rendah jeritan rakyat, di bawah bayang ketimpangan ekonomi dan hukum yang terkesan hanya memihak penguasa, kebenaran kembali dipertaruhkan. Sosok vokal seperti Rismon Sianipar muncul sebagai gema terakhir dari hati nurani publik, bersuara lantang melawan dugaan munculnya wajah otoritarianisme baru di negeri ini bukan semata ideologi komunisme klasik, melainkan bentuk baru dari konsolidasi kuasa, represi kebebasan berpendapat, dan dugaan pemiskinan rakyat secara sistemik.
Redaksi menjunjung tinggi asas praduga tak bersalah, namun tak menutup mata atas fakta yang terserak opini publik, riset akademik, dan rekam digital yang mengarah pada segelintir elite pemegang kuasa. Di antaranya, nama Luhut Binsar Panjaitan kerap muncul sebagai simbol dari kekuasaan terpusat yang menjangkau hampir seluruh sendi strategis negara, walau hal ini masih berada dalam domain diskursus masyarakat sipil.
Konsentrasi kekuasaan ini disebut tidak sekadar terjadi, melainkan dirancang. Merayap dalam regulasi, mengendap dalam media, menjalar dalam sistem hukum, hingga menyusupi kurikulum pendidikan. Bagi banyak kalangan, kemiskinan bukanlah kecelakaan sosial, melainkan instrumen pengendalian massa, “membungkam kritik lewat kelaparan, menggantikan demokrasi dengan dekorasi.
Bangkit atau Bungkam.
Sebagian rakyat mulai bersuara, “meski lirih. Namun lebih banyak lagi yang diam, bukan karena tunduk, melainkan karena perih. Ketika kritik dibalas dengan kriminalisasi, ketika kebenaran dibungkam dengan buzzer, ketika ruang publik disulap menjadi panggung propaganda, maka demokrasi tak lagi hidup, “ia tinggal dongeng.
Narasumber dan Analisis:
- Rismon Sianipar – Aktivis Vokal Kebenaran 2025
“Kami bukan makar. Kami penyeru kesadaran. Tapi jika rezim takut pada suara rakyat, siapa sesungguhnya pengkhianat bangsa ini?”
- Prof. Dr. Hafidz Adnan – Ahli Hukum Tata Negara
“Saat penguasa tuli terhadap suara rakyat, Pancasila telah dibunuh secara senyap. Pasal 28 UUD 1945 tentang kebebasan berpendapat kini tinggal ukiran di dinding kekuasaan.”
- Dr. M. El-Khatib – Pengamat HAM, UNESCO
“Indonesia berada dalam fase ‘kemunduran demokrasi’. Indikatornya jelas: pembatasan informasi, pembungkaman aktivis, dan lahirnya apa yang saya sebut sebagai ‘silent totalitarianism’.”
Rujukan Konstitusional dan Kode Etik:
Pasal 28E UUD 1945: “Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat.”
Kode Etik Jurnalistik Dewan Pers: “Wartawan Indonesia tidak mencampuradukkan fakta dan opini yang menghakimi.”
Pancasila, Sila ke-5: “Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia” bukan hanya segelintir elite.
Catatan Redaksi:
Kami tidak hendak menghakimi. Namun sebagai garda keempat demokrasi, kami wajib bertanya, menelisik, dan mengungkap. Jika suara rakyat terus dibungkam, maka sejarah yang akan bersuara. Dan ketika kebenaran ditikam, “siapakah yang akan berdiri?
More Stories
PREMANISME DAN KETAHANAN SOSIAL: OPERASI, PERLAWANAN, DAN SUPREMASI HUKUM
Revolusi Sosial: Membebaskan Indonesia dari Belenggu Ketimpangan dan Penindasan”
“Mengukir Masa Depan: Indonesia yang Adil, Sejahtera, dan Berkelanjutan”