
Bengkalis, Riau – Tiga hari setelah surat resmi konfirmasi dan klarifikasi dilayangkan kepada Bendahara Desa Boncah Mahang oleh redaksi UngkapKriminal.com, belum ada jawaban yang memuaskan. Sikap bungkam ini semakin memperkuat dugaan bahwa ada sesuatu yang disembunyikan — sebuah ketidakpedulian yang, jika tidak segera diperbaiki, bisa menjadi pintu gerbang praktik manipulatif dan koruptif.
Fakta Penerimaan, Realisasi, dan Penyelewengan: Bukan Sekadar Siluet
- Keterlambatan atau kekosongan jawaban tertulis
Tenggat waktu 1 x 24 jam telah dilewati, namun tak ada jawaban tertulis atau dokumen pendukung. Ini bukan hanya pelanggaran etika tata kelola pemerintahan desa, tetapi juga bentuk penghinaan terhadap rakyat yang berhak atas pertanggungjawaban. - Ketidakjelasan dalam penerimaan dan penggunaan dana
APBDes, ADD, dan DD adalah dana publik untuk kesejahteraan warga desa. Bila realisasinya tak transparan, muncul dugaan dana itu dialihkan atau bahkan digelapkan.
Program fisik maupun non-fisik seharusnya jelas: daftar proyek, lokasi, volume pekerjaan, tanggal pelaksanaan, hingga penerima manfaat. Tanpa itu, publik hanya diberi janji kosong.
- Pengelolaan dana CSR — apakah ada?
CSR kerap menjadi ruang abu-abu. Bila benar ada, harus dibuktikan dengan kontrak, laporan penerimaan, serta penggunaannya. Bila tidak, maka penggelembungan atas nama CSR patut dicurigai sebagai kedok. - Internal kontrol desa lumpuh
Apakah Badan Permusyawaratan Desa (BPD) dilibatkan? Apakah Inspektorat dan pihak kecamatan menjalankan fungsi pengawasan? Jika tidak, maka bendahara berjalan tanpa kendali—sebuah bahaya laten yang membuka ruang penyimpangan lebih besar.
Titik Kritis yang Tak Bisa Lagi Diabaikan
Sikap bungkam Bendahara Desa Boncah Mahang setelah tenggat resmi menimbulkan tanda tanya besar. Publik membaca diamnya sebagai sinyal ketidakpedulian, bahkan dugaan adanya sesuatu yang disembunyikan.
Ketiadaan jawaban bukan sekadar keterlambatan administratif, melainkan pelecehan terhadap hak rakyat untuk tahu. Dalam konteks pengelolaan dana publik, diam berarti membuka ruang bagi kecurigaan: apakah ada penyelewengan, pembiaran, atau bahkan praktik koruptif yang sengaja ditutupi?
Bila kondisi ini terus dibiarkan, yang dipertaruhkan bukan hanya reputasi seorang bendahara, melainkan juga marwah pemerintahan desa serta kepercayaan masyarakat. Dana desa yang seharusnya menjadi motor pembangunan justru berpotensi berubah menjadi bara api yang menggerogoti sendi-sendi keadilan sosial.
Catatan Intelektual Presisi Redaksi
Diam seorang pejabat publik bukan sekadar pilihan sikap pribadi, melainkan cermin bagaimana kekuasaan kecil di level desa bisa menjelma menjadi tirani senyap. Bendahara Desa Boncah Mahang, dengan bungkamnya, telah menyingkap wajah ketidakpedulian terhadap hak rakyat untuk tahu.
Kita tidak sedang berbicara tentang angka-angka kosong, melainkan amanah miliaran rupiah dana publik hasil keringat pajak rakyat. Dalam hukum nasional, transparansi adalah kewajiban; dalam standar HAM internasional, akuntabilitas adalah prinsip universal.
Sikap tutup mulut justru menimbulkan lebih banyak tanya daripada jawab. Bila jawaban resmi tidak segera diberikan, publik berhak menafsirkan bahwa ada kebohongan yang ingin dilindungi. Rakyat tidak boleh terus menjadi korban diamnya elite kecil yang merasa kebal.
Keadilan tidak akan lahir dari mulut yang bungkam, melainkan dari keberanian mengungkap fakta. Karena itu, UngkapKriminal.com akan terus mengawal, menagih, dan membongkar kebohongan, sekecil apapun itu, demi menjaga marwah kejujuran dan nurani keadilan.
Penutup
Allah SWT berfirman dalam Al-Qur’an:
“Dan janganlah sebagian kamu memakan harta sebagian yang lain di antara kamu dengan jalan yang batil, dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebagian dari harta orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, padahal kamu mengetahui.”
(QS. Al-Baqarah: 188)
Rasulullah SAW juga bersabda:
“Setiap kalian adalah pemimpin, dan setiap kalian akan dimintai pertanggungjawaban atas yang dipimpinnya.”
(HR. Bukhari dan Muslim)
Pesan ini jelas: dana publik adalah amanah. Mengabaikan transparansi berarti mengkhianati amanah, dan pengkhianatan terhadap amanah adalah jalan menuju kehancuran moral dan sosial.
Bersambung……
More Stories
Najwa Shihab di Forum Dunia: Jurnalisme Indonesia Hingga Gaza, Suara Nurani Menembus Batas
Korupsi Itu Bukan Angka: Adalah Nasi yang Hilang dari Piring Rakyat ?!
Nadiem Makarim Terseret Kasus Chromebook: Dari Digitalisasi Bangsa ke Jeratan Hukum