
Kategori: Investigatif – Profetik || Etik Hukum || Digital & Politik
Karya: Redaksi Investigatif UngkapKriminal.com
Editor: Ubay
Penyusun: Junaidi Nasution
Pengarah Produksi: Setedi Bangun
Tanggung Jawab Moral: Jihad Kalam Ilahi
“Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungjawabannya.”
(QS. Al-Isra’: 36)
Viral di media sosial, sebuah unggahan video kontroversial memperlihatkan sosok Beathor Suryadi, aktivis politik senior, disandingkan dengan mantan Presiden RI Joko Widodo, disertai narasi provokatif yang menyatakan bahwa Beathor berharap Pemerintah China menangkap dan menghukum Jokowi karena banyak utang.
Video tersebut tayang dengan editing dramatis, kata-kata dimanipulasi, serta teks clickbait seperti:
“T4NGK4P dan HUKUM JOKOWI!”
“Karena BANYAK HUTANG ke CHINA!”
Namun, adakah dasar hukum dan bukti otentik atas narasi tersebut? Ataukah ini hanyalah proyek fitnah digital yang menghalalkan segala cara?
Beathor Suryadi, eks aktivis PRD dan tokoh kontroversial yang dikenal lantang mengkritik pemerintah.
Joko Widodo, mantan Presiden Republik Indonesia (2014–2024) yang menjabat dua periode konstitusional.
Akun media sosial “Omon Omon Balas Budi”, penyebar video, yang kerap menyisipkan narasi sensasional tanpa rujukan valid atau konfirmasi.
Video tersebut menyebar luas mulai awal Juli 2025, diMedia sosial seperti Facebook, TikTok, dan Instagram menjadi medan viralnya—khususnya melalui akun-akun satire-politik yang mengaburkan batas antara fakta, opini, dan fitnah.
Menghasut kebencian terhadap tokoh nasional yang pernah menjabat kepala negara.
Menyeret negara asing (China) seolah bisa mencampuri urusan hukum Indonesia.
Menabur disinformasi politik global yang bisa berdampak pada hubungan diplomatik.
Menodai prinsip kedaulatan hukum nasional dan merusak adab kritik.
Landasan Hukum Nasional:
Pasal 28 Ayat (2) UU ITE: Melarang penyebaran ujaran kebencian dan informasi menyesatkan.
Pasal 207 KUHP: Penghinaan terhadap penguasa atau lembaga negara.
Pasal 310 & 311 KUHP: Pencemaran nama baik dan fitnah yang bisa dijatuhi pidana.
🌐 Perspektif HAM Internasional:
ICCPR (International Covenant on Civil and Political Rights), Pasal 19 & 20:
Kebebasan berekspresi harus tidak melanggar hak reputasi orang lain, tidak memprovokasi kebencian, dan harus didasarkan pada fakta, bukan manipulasi.
Tanggapan Ahli & Pakar
Prof. Hikmah Zubair, S.H., LL.M (Ahli Hukum Internasional):
“Jika narasi mengajak negara asing menghukum mantan kepala negara Indonesia, itu bukan kritik, melainkan pelanggaran kedaulatan. Ini bisa dikategorikan sebagai cyber subversion.”
Dr. Nurul Qomar, M.A. (Etika Dakwah Digital):
“Satire politik seharusnya mencerahkan, bukan menyebar racun fitnah. Menyematkan narasi ‘tembak’ dan ‘tangkap’ terhadap Jokowi tanpa dasar hukum itu dosa sosial dan pelanggaran moral.”
CATATAN INTELEKTUAL PRESISI REDAKSI
Kami tidak membela individu. Kami membela prinsip.
Mantan Presiden Jokowi tentu tidak luput dari kritik. Namun, menghasut, memanipulasi, dan menodai kehormatan tanpa proses hukum adalah bentuk kerusakan nalar dan nurani.
Kritik harus disampaikan dengan etika, akal sehat, dan cinta pada kebenaran, bukan nafsu membenci buta.
🌾 PENUTUP – KALAM ILAAHI
“Dan katakanlah: Kebenaran itu datang dari Tuhanmu. Maka siapa yang mau, hendaklah ia beriman, dan siapa yang mau, hendaklah ia kafir.”
(QS. Al-Kahfi: 29)“Barangsiapa yang menuduh orang mukmin dengan tuduhan yang tidak benar, maka dia seperti melemparinya di dunia dan akhirat.”
(HR. Abu Dawud, No. 4885)
More Stories
NEGARA HUKUM, DI MANA NURANIMU?”