September 9, 2025

Ungkapkriminal.com

Diandalkan dan ditargetkan

Gatot Nurmantyo Minta Jokowi Diadili, Publik Bertanya: Antara Kepastian Hukum dan Praduga Tak Bersalah

Keterangan Foto: Jenderal (Purn) Gatot Nurmantyo, Presidium Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI), saat menyampaikan kritik keras terhadap legacy pemerintahan Presiden ke-7 RI Joko Widodo dalam sebuah diskusi publik yang ditayangkan di kanal YouTube Refly Harun, Minggu (7/9/2025). Gatot menilai Presiden Prabowo Subianto kini memikul beban berat akibat warisan rezim sebelumnya.

UngkapKriminal.com – Jakarta.
Gelombang diskursus politik nasional kembali mencuat setelah pernyataan kontroversial dari Presidium Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI), Jenderal (Purn) Gatot Nurmantyo. Mantan Panglima TNI itu menilai Presiden ke-7 RI, Joko Widodo (Jokowi), sebagai pihak yang meninggalkan “warisan kerusakan bangsa” yang kini disebut membebani pemerintahan Presiden Prabowo Subianto.

Pernyataan tersebut ia sampaikan dalam sebuah diskusi publik yang ditayangkan melalui kanal YouTube Refly Harun, Minggu, 7 September 2025.

Kritik Gatot: Dari Demonstrasi hingga Warisan Politik

Menurut Gatot, gelombang aksi demonstrasi pada akhir Agustus 2025 lalu merupakan akumulasi kekecewaan rakyat terhadap kondisi bangsa. Ia menilai adanya kontradiksi tajam antara rakyat yang kian sulit secara ekonomi dengan gaya hidup elite politik yang dianggap glamor.

“Saya ingin mengucapkan selamat kepada Bapak Jokowi yang bisa merusak negeri ini sangat luar biasa,” ungkap Gatot dengan nada satire.

Gatot juga menyinggung beban berat yang kini dipikul Prabowo Subianto. Ia menilai, meski baru kurang dari setahun menjabat, Prabowo sudah menghadapi tekanan berupa unjuk rasa dan ketidakpuasan publik akibat “legacy” rezim sebelumnya.

Tuntutan Kepastian Hukum: Usulan Mengadili Jokowi

Lebih jauh, Gatot mendesak agar Jokowi diadili melalui proses hukum yang terbuka. Menurutnya, langkah ini bukan bertujuan menjatuhkan martabat seorang mantan presiden, melainkan memberikan kepastian hukum sekaligus menjernihkan tudingan publik.

“Adili Jokowi itu bukan berarti negatif kepada beliau. Justru kita memberikan kepastian hukum. Kalau tidak salah, bersihkan namanya. Kalau salah, ya sesuai hukum,” tegas Gatot.

Sorotan Kabinet Prabowo

Selain menyasar figur Jokowi, Gatot juga mengingatkan Presiden Prabowo untuk membersihkan kabinet dari unsur-unsur yang dianggap berafiliasi dengan rezim lama. Ia menilai keberadaan kelompok politik tertentu di kabinet berpotensi menimbulkan instabilitas.

Pandangan Akademisi dan Pakar Hukum

Menanggapi hal ini, Prof. Dr. Zainal Arifin Mochtar, pakar hukum tata negara UGM, menilai pernyataan Gatot harus ditempatkan dalam kerangka kebebasan berekspresi, namun tetap berlandaskan asas hukum.

“Setiap tuduhan terhadap pejabat publik, apalagi mantan presiden, harus dibuktikan melalui mekanisme hukum. Kita memiliki UUD 1945 Pasal 27 ayat (1) dan UU No. 39 Tahun 1999 tentang HAM yang menegaskan persamaan di hadapan hukum. Namun, asas praduga tak bersalah harus dijunjung tinggi agar kritik tidak bergeser menjadi fitnah politik,” jelas Zainal.

Perspektif HAM Internasional

Dalam konteks global, asas ini juga sejalan dengan Pasal 11 ayat (1) Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (DUHAM) yang menyatakan bahwa setiap orang berhak dianggap tidak bersalah sampai dibuktikan kesalahannya secara hukum.

Catatan Intelektual Redaksi

Pernyataan Gatot Nurmantyo menunjukkan dinamika demokrasi yang sehat: kritik terbuka terhadap penguasa dan mantan penguasa. Namun, redaksi menegaskan bahwa tuduhan maupun seruan pengadilan terhadap Jokowi harus tetap dalam koridor praduga tak bersalah serta menghormati proses hukum yang sah. Demokrasi tanpa kepastian hukum hanya akan melahirkan kegaduhan, bukan keadilan.

Penutup: Hikmah Profetik

Al-Qur’an mengingatkan dalam QS. Al-Hujurat (49:6):

“Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti agar kamu tidak menimpakan musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya, yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu.”

Rasulullah ﷺ juga bersabda:

“Hindarilah prasangka, karena prasangka itu adalah seburuk-buruknya berita dusta.” (HR. Bukhari dan Muslim).

Dengan demikian, perdebatan politik ini hendaknya tidak dipahami sebagai permusuhan, tetapi sebagai ujian intelektual bangsa untuk menegakkan kebenaran, keadilan, dan kepastian hukum bagi semua pihak.