Oleh: Redaksi Investigatif – Sastra Satire Profetik | Presisi Inteligency Nasional
Rabu dini hari, hutan Air Raja tak lagi Pepohonan: tinggal luka, tinggal suara gergaji yang ditangkap tanpa suara.
Titik koordinatnya dingin: 1°24’3″ N, 101°41’33” E.
Tetapi ironi hukum jauh lebih dingin dari udara malam itu:
Tiga buruh penebang diborgol—namun nama ‘tangan panjang’ hanya disebut seperti hantu tanpa wajah.
Hutan Tak Butuh Perlawanan, Manusialah yang Butuh Hukum
Unsur Fakta Satire Profetik
Pembalakan liar dikuliti, bukan pepohonannya saja—tapi juga logika hukum yang hanya mengikat kaki, bukan otak pelakunya.
Yang ditangkap: Udin, Rozali, Fajar. Yang tak tersentuh: Putra, sang pemberi upah satu juta per ton—lebih murah dari harga meja dapur.
Dini hari, 01.30 WIB, saat hukum biasanya tidur, tetapi malam itu hukum justru mengintai.
Hutan Air Raja, Tanjung Leban, Bengkalis—tempat pepohonan dipensiunkan paksa sebelum tumbuh dewasa.
Karena hutan tidak punya pengacara; pepohonan tidak berhak atas praperadilan.
Gergaji bekerja cepat, truk keluar masuk malam hari, dan aparat membongkar pondok rahasia yang menyimpan kayu olahan siap dijual—lebih rapi dari administrasi APBDes.SATIRE PRESISI: Menangkap Kaki, Menyisakan Kepala
Tiga lelaki lelah, tidur di pondok kayu, diciduk tanpa kesempatan berdialog dengan nyamuk.
Mereka mengaku hanya buruh, diperintah oleh Putra yang tinggal di Bandar Laksamana.
Putra? Entah nama asli atau nama samaran.
Yang jelas, tugasnya hanya satu: mendekati hutan, menjauh dari jeruji.
Polisi patut diapresiasi, operasi profesional, bergengsi, presisi.
Namun publik ingin bertanya dalam irama profetik:
“Apakah hutan hanya dilindungi dengan membatasi pelaku berpenghasilan sejuta, sementara yang berpenghasilan miliaran tetap dapat izin menebang dengan seragam legal?”
TANGGAPAN AHLI HUKUM KEHUTANAN
Dr. Armando Perdana, S.H., LL.M (Universitas Leiden – Pakar Environmental Crime)
“Pembalakan ilegal selalu dilakukan oleh buruh, namun aktor intelektualnya jarang tersentuh.
Hukum seharusnya menghukum otak, bukan hanya otot.
Jika hanya buruh dihukum, maka penebangan akan tumbuh seperti regenerasi tunas pohon.”
PASAL YANG MENGINTAI HINGGA AKAR
✔ UU No. 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan
Pasal 82 ayat (1) dan Pasal 94 ayat (1):
👉 Pidana penjara 5–15 tahun + denda hingga Rp10 miliar bagi yang menyuruh melakukan kegiatan penebangan ilegal, bukan hanya pelaksana.
Dengan kata lain:
😎Jika benar ada “Putra”, maka hukum wajib menjemputnya, bukan menunggu panggilan undangan pesta korporasi.
CATATAN INTELEKTUAL PRESISI REDAKSI
Transaksi satu juta rupiah per ton adalah penghinaan intelektual terhadap pepohonan, penghinaan ekologis terhadap paru-paru bumi, dan penghinaan ekonomi terhadap rakyat kecil.
Kayu dijual murah, hutan rusak mahal. Buruh menanggung dosa, aktor intelektual menghirup aroma kayu mahal di ruang tamu rumahnya.
Maka investigasi ini tak boleh berhenti di pondok reyot.
Keadilan ekologis harus menembus pintu rumah yang berpagar besi, bukan hanya pintu pondok yang berpaku karat.
PENUTUP PROFEKTIK
Allah berfirman:
“Dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi setelah (Allah) memperbaikinya.”
(QS. Al-A’raf: 56)
Artinya:
Kerusakan tidak hanya dilakukan oleh gergaji, tetapi juga oleh pena kekuasaan yang membiarkan hukum hanya bekerja separuh jalan.
🟥 UNGKAPKRIMINAL.COM – Sastra Investigatif yang Menjaga Tuah, Melindungi Marwah
Jurnalisme Profetik – Intelektual – Presisi Inteligency Internasional
🇮🇩 Melindungi Hutan Bukan Karena Kayunya, Tapi Karena Kita Masih Ingin Bernafas. 🌳💨



More Stories
“Bayang-Bayang di Balik Sempadan: Ketika Sepucuk Surat Mengguncang Air Jamban”
Dua Terduga Pelaku Curanmor Diamankan di Bathin Solapan: Warga Bergerak, Polisi Bertindak Cepat
Dilema Lintas Pulau Bengkalis: Polisi Redam Aksi, Dishub Disebut Lamban Menjawab Tuntutan