
Oleh Tim Redaksi
UngkapKriminal.com
By – Ubay
Reporter: Irma
Redaktur: Setedi Bangun
Jakarta – Moscow – Beijing, 3 September 2025 | Langkah kaki di karpet merah Beijing pagi itu bukan sekadar protokol seremonial, melainkan denyut nadi geopolitik yang perlahan menata ulang peta dunia. Di balik barisan pasukan upacara dan parade megah, Presiden Republik Indonesia Prabowo Subianto menggelar pertemuan eksklusif dengan Presiden Federasi Rusia Vladimir Putin.
Pertemuan singkat itu, yang berlangsung di sela agenda resmi di Tiongkok, bukanlah percakapan biasa. Ia menyimpan pesan strategis: Indonesia sedang meneguhkan diri sebagai jembatan antara dunia Timur dan Barat, antara negara berkembang dan kekuatan besar.
Diplomasi Senyap yang Menggema
Di ruang pertemuan tertutup, kedua pemimpin negara menyinggung komitmen jangka panjang. Ekonomi, investasi, hingga teknologi pertahanan disebut sebagai pilar utama kerja sama. Namun di balik kata “kerja sama”, tersimpan narasi lebih dalam: pergeseran poros kekuatan dunia yang kini menempatkan Asia sebagai episentrum.
“Indonesia memerlukan mitra strategis yang tidak hanya melihat angka investasi, tetapi juga menghargai kedaulatan dan martabat bangsa,” ujar seorang sumber diplomatik kepada UngkapKriminal.com.
Sementara itu, analis politik internasional asal Singapura, Dr. Leonard Tan, menilai bahwa pertemuan ini merupakan langkah presisi Indonesia. “Prabowo ingin menunjukkan bahwa Jakarta tidak sekadar penonton di panggung global, tetapi bagian dari arsitek tatanan dunia baru,” ungkapnya.
Antara Ekonomi dan Geopolitik
Kerja sama Indonesia–Rusia selama ini memang lebih banyak diasosiasikan dengan energi dan alutsista. Namun dalam pertemuan kali ini, keduanya disebut mulai membuka ruang pada sektor strategis lain: pangan, teknologi ramah lingkungan, dan digitalisasi.
Pakar hukum internasional dari Universitas Leiden, Prof. Maria van der Meer, menekankan pentingnya kerja sama itu tetap berlandaskan hukum internasional. “Indonesia harus cermat agar perjanjian bilateral tidak bertentangan dengan asas pacta sunt servanda dan prinsip non-intervensi yang dijamin Piagam PBB,” jelasnya.
Membaca Bahasa Isyarat Beijing
Bahwa pertemuan ini berlangsung di Beijing—bukan di Moskow atau Jakarta—juga mengirimkan sinyal simbolik. Di hadapan tuan rumah Tiongkok, Indonesia dan Rusia menunjukkan keakraban yang tidak bisa dipandang sebelah mata.
Bagi banyak pengamat, ini menandai babak baru “triangular diplomacy”: Jakarta–Moskow–Beijing. Satu pola yang berpotensi mengguncang dominasi lama Barat di Asia Tenggara.
Catatan Intelektual Presisi Redaksi
UngkapKriminal.com menegaskan bahwa pertemuan ini harus dibaca bukan sekadar dalam bingkai protokoler, tetapi sebagai bagian dari jihad kalam diplomasi Indonesia. Prabowo sedang mengukir narasi bahwa bangsa ini tidak boleh tunduk pada tekanan kekuatan besar, melainkan harus berdaulat menentukan jalan.
Penutup Profetik
Al-Qur’an mengingatkan:
“Dan janganlah kamu cenderung kepada orang-orang yang zalim sehingga kamu disentuh api neraka.” (QS. Hud: 113)
Hadis Nabi Muhammad SAW juga menegaskan:
“Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi manusia lain.” (HR. Ahmad)
Artinya, diplomasi sejati bukanlah sekadar transaksi kepentingan, melainkan upaya menghadirkan manfaat yang adil bagi rakyat dan menjaga martabat bangsa dalam percaturan global.
More Stories
Nadiem Makarim Terseret Kasus Chromebook: Dari Digitalisasi Bangsa ke Jeratan Hukum
Gelombang Demo, Kerusuhan, dan Penjarahan: Membaca Akar Konflik Politik, Ekonomi, dan Perebutan Tahta
Terjadi Demo: Campur Tangan Asing? Atau Tangan Pemerintah Sendiri yang Mencekik Rakyat