
UNGKAPKRIMINAL.COM – Chicago, AS | Di tengah lanskap geopolitik yang kian sarat prasangka dan narasi tunggal hegemoni Barat, suara Louis Farrakhan kembali bergema sebagai resonansi nalar keadilan dan nurani sejarah. Dalam pidato monumental yang disampaikan di hadapan ribuan pengikut Nation of Islam di Christ Universal Temple, Chicago, tokoh kulit hitam paling berpengaruh di Amerika Serikat ini menyampaikan apresiasi lantang terhadap bangsa Iran.
“Bangsa Iran tidak pernah menyerang bangsa lain demi merampas kekayaan. Mereka adalah bangsa yang bermartabat, berdiri tegak demi harga diri, bukan untuk menjarah,” ujar Farrakhan, dengan nada tegas dan penuh semangat.
Pernyataan itu disambut sorakan dan tepuk tangan dari hadirin. Dengan mengenakan jas krem elegan, Farrakhan berdiri kukuh, dikelilingi pemimpin Nation of Islam. Kamera menyorot ekspresi para pendengarnya—terharu, serius, bahkan menangis. Video pidatonya yang kini viral, menyebar cepat di TikTok, X, dan Instagram, dengan latar tulisan tajam: “White Man’s World”—sebuah simbol perlawanan terhadap narasi kolonialisme modern.
Membongkar Stereotip: Iran Bukan Ancaman, Tapi Cermin Keteguhan Moral
Dalam sejarah modern, bangsa Iran sering diposisikan dalam narasi demonisasi global, digambarkan sebagai ancaman dan musuh demokrasi. Padahal, jika ditelusuri dalam konteks sejarah dan geopolitik, Iran tidak pernah menjadi agresor imperialis. Sebaliknya, negeri itu menjadi simbol perlawanan terhadap dominasi asing dan penjajahan sumber daya.
Farrakhan menyentuh jantung persoalan ini: standar ganda Barat dalam mendefinisikan agresor dan korban. Ia tidak sedang membela Iran secara membuta, tapi membela kebenaran sejarah yang telah dikaburkan propaganda geopolitik.
“Mereka adalah orang-orang yang indah. Mereka hidup dengan martabat, bukan dengan penindasan. Mengapa dunia takut pada bangsa yang memilih kehormatan di atas dominasi?” — ujar Farrakhan diiringi gema takbir.
Narasi Lintas Rasisme dan Islamofobia
Pidato Farrakhan bukan hanya tentang Iran, tetapi tentang seluruh bangsa non-Barat yang selama ini menjadi korban labelisasi global: “teroris”, “barbar”, “ancaman”. Ucapannya adalah tamparan keras terhadap persepsi rasis dan islamofobik yang dibangun secara sistemik oleh media arus utama dan kekuatan politik global.
Sebagai tokoh kulit hitam yang puluhan tahun menentang rasisme, Farrakhan paham bahwa penjajahan tidak selalu datang dalam bentuk peluru dan tank, tapi juga lewat narasi yang mengkerdilkan bangsa lain, menjauhkan mereka dari sejarah sejatinya.
Solidaritas Global: Dari Chicago ke Teheran, dari Nurani ke Perlawanan
Bagi banyak analis internasional, pernyataan Farrakhan menandai munculnya gelombang baru solidaritas lintas iman dan bangsa. Bukan sekadar pernyataan politik, tapi seruan etik bahwa kehormatan bangsa tidak ditentukan oleh kekuatan militer atau kekayaan alam, melainkan oleh keberanian menolak menjadi penjajah.
Di saat banyak pemimpin dunia Muslim justru tunduk pada tekanan global dan tergoda oleh kekuasaan semu, Farrakhan—yang notabene bukan Muslim Iran—berani bersaksi atas integritas bangsa tersebut.
Catatan Intelektual Presisi Redaksi
Pernyataan Louis Farrakhan ini membuka jendela wacana yang jarang disentuh media arus utama. Dalam semangat jihad kalam informasi, UngkapKriminal.com menilai pidato ini sebagai pengingat penting: bahwa kejujuran sejarah adalah fondasi keadilan global. Ketika fakta dikaburkan oleh propaganda, suara-suara seperti Farrakhan menjadi oase dalam gurun kebohongan.
Bangsa yang tidak menjajah adalah bangsa yang layak dihormati. Dan bangsa yang masih mau bersaksi atas kebenaran—seperti Farrakhan—adalah bagian dari cahaya profetik zaman ini. Ia bukan membela Iran sebagai negara, tapi membela martabat manusia sebagai prinsip universal.
Penutup Kalam Profetik
“Dan janganlah kebencian terhadap suatu kaum mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah. Karena adil itu lebih dekat kepada takwa.”
(QS. Al-Ma’idah: 8)Rasulullah SAW bersabda:
“Sesungguhnya orang yang paling dicintai oleh Allah pada hari kiamat adalah pemimpin yang adil, dan yang paling dibenci oleh Allah adalah pemimpin yang zalim.”
(HR. Tirmidzi)
More Stories
PUTIN AJAK PRABOWO BANGUN PROYEK NUKLIR: KEMITRAAN STRATEGIS BERNUANSA GLOBAL?
بِسْمِ ٱللّٰهِ ٱلرَّحْمَـٰنِ ٱلرَّحِيمِHAMBALANG BERBICARA: Deklarasi Diam Prabowo untuk Memulihkan Negara Hukum yang Terkoyak
Faisal Basri Bongkar Sindikat Mafia Tambang Nikel Raja Ampat