
Sastra Jurnalistik Investigatif | Puisi Satire Profetik
RIAU – Jakarta – Dunia Ketiga
KARYA: Muhammad Junedy
Oleh: Junaidi Nasution | UngkapKriminal.com
“Pernahkah engkau merasa… negeri ini sembuh hanya di bibir, tapi berdarah di hati?”
Puisi Berita: Luka Lama Kambuh Kembali
Luka lama itu,
telah lama dibalut spanduk janji,
dilumur peluk kampanye,
dioles minyak wangi program dinas
yang baunya cepat hilang saat anggaran cair.
Tapi lihatlah kini,
ia kambuh kembali
di jalan berlubang yang dijanjikan mulus,
di lampu padam yang dijanjikan terang,
di puskesmas yang sunyi,
dan di kantong rakyat yang makin nyaring bunyi lapar.
Kambuh kembali
di mulut pejabat yang dahulu bersumpah,
kini bersilat lidah dalam forum resmi.
Kambuh kembali
di sidang-sidang yang hanya mengadili kaum kecil,
sementara yang besar,
tertawa di atas lembar audit yang tak pernah disiarkan.
Kambuh kembali
saat kritik dianggap durhaka,
dan kejujuran disebut makar.
Negeri ini rupanya trauma…
bukan pada penjajah,
tapi pada rakyat yang mulai membaca.
Narasi dan Maknanya:
“Luka lama” adalah metafora dari permasalahan struktural yang tak kunjung usai — korupsi, kemiskinan, pembungkaman suara, dan manipulasi janji politik.
“Dibalut spanduk janji” menggambarkan politik pencitraan dan program pemerintah yang hanya kosmetik.
“Anggaran cair, bau program hilang” menyindir praktik proyek fiktif atau markup yang menghilang setelah dana dicairkan.
“Pejabat bersilat lidah” mengarah pada ketidakkonsistenan kebijakan publik dan penyangkalan tanggung jawab.
“Kritik dianggap durhaka” menyentil fenomena anti-demokrasi di mana kebebasan berpendapat diserang secara sistematis.
✍️ Catatan Redaksi Presisi:
Puisi ini bukan sekadar karya sastra, tetapi jurnal investigatif bergaya profetik menyuarakan luka rakyat dengan bahasa batin dan logika kalam. Ketika laporan tak lagi cukup memuat beban, puisi menjadi senjata sunyi yang menampar keras, membangunkan nurani.
📖 Penutup Kalam Kebenaran
“Dan janganlah kamu cenderung kepada orang-orang yang zalim, maka (neraka) akan menyentuhmu api neraka.”
(QS. Hud: 113)
Maknanya: Jangan diam, jangan mendiamkan — sebab diam bisa jadi dosa.Rasulullah SAW bersabda:
“Penghulu para syuhada adalah Hamzah bin Abdul Muthalib dan seseorang yang berdiri di hadapan penguasa zalim lalu berkata: ‘Ini kebenaran’, lalu ia dibunuh.”
(HR. Al-Hakim, Shahih)
Maknanya: Suara kebenaran adalah jihad. Meski disakiti, jangan berhenti.
🕊️ “Luka ini tak bisa ditutupi siaran pers,
Ia hanya akan sembuh dengan keadilan yang benar-benar nyata.”
More Stories
“Sastra Kebenaran Bangkit: Warisan Sisingamangaraja Melawan Penjajahan Gaya Baru Para Pengkhianat”
JAWAB UNTUK PARA PERINDU YANG TELAH BANGKIThttps://vt.tiktok.com/ZSrsuEda6/(Dari Kalam sang Rajawali kepada Jiwa Jiwa Yang mengingat Cahaya)