Agustus 18, 2025

Ungkapkriminal.com

Diandalkan dan ditargetkan

Membongkar Benang Kusut Dana CSR BI–OJK: Dua Legislator Tersangka, Bayang-bayang Jaringan Lebih Luas

Keterangan Foto: Tumpukan uang pecahan Rp100.000 yang diduga terkait aliran dana dalam kasus dugaan korupsi penyaluran CSR Bank Indonesia (BI) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Ilustrasi investigasi UngkapKriminal.com dengan slogan “Fakta Bukan Drama” menegaskan komitmen redaksi dalam mengungkap kebenaran secara presisi.

Oleh: Tim Investigasi UngkapKriminal.com
“By Ubay – Junedy Nasution
Redaktur Setedi Bangun
“RIAU – BOGOR – JAKARTA”
Agustus 14 – 2025

    Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan dua anggota DPR RI Komisi XI—Heri Gunawan (HG) dari Fraksi Gerindra dan Satori (ST) dari Fraksi NasDem—sebagai tersangka dalam dugaan korupsi penyaluran dana Corporate Social Responsibility (CSR) Bank Indonesia (BI) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

    Berdasarkan hasil penyidikan dan laporan PPATK, Heri Gunawan diduga menerima aliran dana Rp 15,86 miliar, sementara Satori sekitar Rp 12,52 miliar. Skema dugaan korupsi ini tidak berhenti di dua nama itu; KPK mengindikasikan adanya keterlibatan pihak lain, bahkan membuka kemungkinan menyeret lebih banyak anggota DPR.

   Tersangka Resmi:

Heri Gunawan – Anggota DPR RI Fraksi Gerindra, Komisi XI.
Satori – Anggota DPR RI Fraksi NasDem, Komisi XI.

  Lembaga Terkait:

Bank Indonesia (BI) – Penyalur dana CSR.
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) – Penyalur dana CSR.

   Komisi XI DPR RI – Mitra kerja BI dan OJK, yang diduga menjadi pintu pengusulan program CSR.

   Penyidik: Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Awal Pengusutan: Desember 2024 – Berdasarkan laporan analisis PPATK dan pengaduan masyarakat.
Penggeledahan: Januari 2025 – Gedung BI di Jalan MH Thamrin dan kantor pusat OJK.

    Penetapan Tersangka: Agustus 2025.

Jakarta (pusat pemerintahan, kantor BI dan OJK).
Beberapa daerah penerima program CSR di bawah rekomendasi Komisi XI DPR, termasuk proyek-proyek fasilitas ibadah, UMKM, dan kegiatan sosial.

   Menurut sumber penyidik, mekanisme resmi CSR seharusnya disalurkan langsung oleh BI dan OJK kepada pihak penerima. Namun, dalam praktiknya, ada dugaan intervensi dan pengaturan program oleh oknum anggota DPR untuk mengarahkan proyek kepada pihak tertentu, disertai permintaan “imbal jasa”.

    Bagaimana Modusnya
  1. Pengusulan Program – Oknum DPR mengajukan daftar penerima manfaat CSR kepada BI atau OJK.
  2. Persetujuan dan Penyaluran – Lembaga terkait menyetujui dan mentransfer dana langsung ke penerima atau melalui pihak ketiga.
  3. Fee Proyek – Dari dana yang disalurkan, sebagian dialirkan kembali ke oknum DPR melalui perantara.
  4. Pencucian Uang – Dugaan penggunaan rekening pihak ketiga, pembelian aset, dan konversi dana ke bentuk lain untuk menyamarkan asal-usul. Tanggapan & Klarifikasi
    KPK melalui juru bicaranya menegaskan, “Kami sedang mendalami keterlibatan pihak lain, termasuk memeriksa aliran dana yang melibatkan banyak pihak. Tidak menutup kemungkinan akan ada tersangka baru.”

DPR melalui Melchias Markus Mekeng menyatakan, “Anggota DPR tidak memegang uang CSR secara langsung. Dana itu ditangani langsung oleh BI atau OJK.”

Pakar Hukum Pidana Prof. Dr. Yenti Garnasih menilai, “Jika terbukti ada penerimaan dana yang berhubungan dengan jabatan, maka unsur tindak pidana korupsi dan gratifikasi terpenuhi.”

  Landasan Hukum

UU No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Pasal 12B UU Tipikor: Gratifikasi yang diterima oleh pegawai negeri/penyelenggara negara terkait jabatan dianggap suap jika nilainya di atas Rp 10 juta.

Pasal 3 UU Tipikor: Penyalahgunaan kewenangan yang merugikan keuangan negara.

Pasal 2 UU TPPU: Pengalihan atau penyamaran asal-usul harta hasil kejahatan.

Pasal 7 UNCAC (United Nations Convention Against Corruption): Pencegahan konflik kepentingan di sektor publik.

    Catatan Intelektual Presisi Redaksi

Kasus CSR BI–OJK ini bukan sekadar skandal finansial, tetapi cermin rapuhnya integritas institusi publik dan mekanisme pengawasan dana sosial. Dana yang seharusnya menjadi penggerak kesejahteraan rakyat malah diduga menjadi bancakan politik. Transparansi dan akuntabilitas mutlak diperlukan agar skema CSR tak lagi menjadi “ATM politik”.

     Penutup – Pesan Profetik

Allah SWT berfirman:

“Dan janganlah sebagian kamu memakan harta sebagian yang lain di antara kamu dengan jalan yang batil…” (QS. Al-Baqarah: 188)
Makna: Segala bentuk perolehan harta secara tidak sah, termasuk korupsi, adalah perbuatan batil yang diharamkan.

Rasulullah SAW bersabda:

“Laknat Allah terhadap penyuap dan penerima suap.” (HR. Ahmad dan Abu Dawud)
Makna: Korupsi adalah bentuk suap modern yang mengundang murka Allah dan meruntuhkan moral bangsa.