
Edisi Khusus Investigasi Profetik –
3 Juli 2025
Oleh: Tim Investigasi Profetik UngkapKriminal.com
Pinggir, Bengkalis – Di tengah sorotan terhadap degradasi ekologis dan keterbatasan ruang hidup satwa liar, kunjungan Kapolres Bengkalis AKBP Budi Setiawan, S.I.K., M.I.K. ke Pusat Latihan Gajah (PLG) Sebanga pada Kamis, 3 Juli 2025, menjadi penegas peran negara dalam menjaga hewan langka, namun sekaligus membuka mata publik atas krisis konservasi yang nyaris luput dari perhatian nasional.
Fakta Lapangan: Dari 5.700 Hektar, Tinggal 1 Hektar?
PLG Sebanga, yang berdasarkan SK Gubernur Riau Tahun 1992 memiliki kawasan konservasi seluas 5.700 hektar, kini menyisakan hanya sekitar 1 hektar area aktif. Sebagian besar kawasan disebut-sebut telah berubah fungsi—isu yang mencuat namun belum mendapat perhatian serius dari otoritas pusat maupun legislatif daerah.
Di lokasi inilah, 6 ekor gajah jinak yang telah menjadi bagian dari sejarah konservasi di Riau—di antaranya Sarma (38 tahun), Sela (25), Rosa (30), Dora (15), Puja (26), dan anak gajah Laila (1)—masih bertahan hidup di bawah perawatan para pawang dan keterlibatan institusi negara seperti Kepolisian.
“Kunjungan Simbolik atau Komitmen Berkelanjutan?
Kegiatan peninjauan yang dilakukan Kapolres Bengkalis bersama jajarannya, termasuk Kapolsek Pinggir Kompol Nursyafniati, S.H., dan sejumlah perwira Polres Bengkalis, dinilai sebagai langkah strategis merawat eksistensi konservasi satwa, terutama dalam konteks kerawanan wilayah akibat alih fungsi lahan dan potensi konflik manusia-satwa.
Kapolres menyerahkan 500 buah nanas dan semangka, sekaligus berinteraksi langsung dengan anak gajah dan gajah dewasa yang menjadi ikon lembaga tersebut. Namun, keberadaan hanya satu hektar lahan aktif dari ribuan hektar yang dulu digariskan untuk pelestarian, menyisakan pertanyaan besar:
“Kemana hilangnya lahan konservasi itu? Siapa yang bertanggung jawab atas penyusutannya? Dan bagaimana negara menjamin keberlanjutan hidup hewan-hewan dilindungi di tengah krisis ruang?”
"Catatan Kritis Pakar dan LSM"
Dr. Meutia Zulkarnain, pakar konservasi satwa liar dari Universitas Andalas, menyebutkan bahwa pelatihan dan konservasi gajah tak bisa dijalankan secara optimal hanya dalam ruang sempit.
“Gajah adalah satwa sosial yang membutuhkan ruang luas untuk stimulasi perilaku alamiah. Kehilangan ruang hidup sama saja dengan menyiksa mereka perlahan,” ungkap Meutia kepada UngkapKriminal.com, seraya menekankan urgensi audit lahan PLG Sebanga.
Senada dengan itu, LSM lingkungan Wahana Bumi Hijau mendesak adanya transparansi dalam status hukum kawasan yang disebut menyempit drastis:
“Jika memang hanya 1 hektar yang aktif dari 5.700 hektar, maka itu bukan sekadar ironi, tapi potensi pelanggaran tata kelola kawasan konservasi. DPRD dan Gubernur harus bersuara.”
Asas Praduga Tak Bersalah dan Harapan Institusional
Dalam menyikapi data ini, Tim Investigasi Profetik UngkapKriminal.com tetap menjunjung asas praduga tak bersalah. Belum ada indikasi pidana yang bisa dibuktikan secara sah, namun fakta lapangan cukup mengindikasikan keharusan untuk membuka audit hukum atas keberadaan lahan konservasi yang menyusut.
Langkah Polres Bengkalis dalam memberikan perhatian kepada keberlangsungan kehidupan gajah patut diapresiasi. Namun lebih dari sekadar simbolik, kehadiran institusi negara harus menjadi pintu masuk menuju pemulihan menyeluruh kawasan konservasi yang berkelanjutan dan bermartabat.
Pasal Hukum Terkait
UU No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya
Pasal 21 ayat (2): Melarang segala bentuk perlakuan yang membahayakan satwa dilindungi.
UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
Pasal 69 ayat (1): Melarang kegiatan yang mengakibatkan kerusakan ekosistem konservasi.
“Catatan Intelektual Presisi Redaksi”
Konservasi bukan hanya soal menyelamatkan spesies, tetapi menyelamatkan nurani dan martabat bangsa. Di balik senyum seekor gajah kecil bernama Laila, tersembunyi jeritan ekosistem yang menyusut, ditekan oleh modernisasi yang abai pada kesinambungan. Ini bukan hanya kisah seekor satwa, tapi potret bangsa yang sedang diuji kepeduliannya pada makhluk ciptaan Tuhan.
"Penutup: Pesan Profetik"
“Tidaklah seekor binatang melata pun di bumi, melainkan Allah-lah yang memberi rezekinya.”
(QS. Hud: 6)
Maknanya: Negara wajib menjamin kelangsungan hidup seluruh makhluk yang hidup di bumi.“Barangsiapa tidak menyayangi, maka dia tidak akan disayangi.”
(HR. Bukhari dan Muslim)
Maknanya: Kasih sayang kepada binatang adalah cermin peradaban manusia.
Baca selengkapnya hanya di
🌐 https://UngkapKriminal.com
Jurnalisme Profetik untuk Keadilan Semesta
More Stories
Rp400 Miliar untuk Sebuah Janji: [DIC] Adalah Duri Islamic Center Atau – Dosa Integritas Cendekiawan?”