Juli 25, 2025

Ungkapkriminal.com

Diandalkan dan ditargetkan

Rampasan 38.000 Hektar di Pulau Rupat: Ketika Lahan Rakyat Dibungkam di Bawah Nama Izin

Keterangan Foto: Warga Desa di Pulau Rupat, Kabupaten Bengkalis – Riau, berkumpul di lokasi lahan yang diduga dirambah oleh PT. Sumatera Riang Lestari (SRL), anak usaha APRIL Group. Terlihat ekskavator perusahaan masih beroperasi di tengah sisa tunggul tanaman rakyat yang dibabat. Dalam latar belakang, tampak deretan pohon akasia menggantikan kebun sawit dan karet milik warga. Tulisan “STOP PRESS” dan label “BREAKING NEWS” menegaskan urgensi investigasi atas dugaan perampasan sekitar 38.000 hektare lahan tanpa konsultasi publik yang sah. Situasi ini mencerminkan ketegangan antara hak masyarakat adat dan klaim legalitas korporasi melalui izin HTI.

✍️ Oleh: Tim Investigasi
UngkapKriminal.com | Bengkalis – Riau | Juli 2025 – 9

Pulau Rupat, gugusan surga tropis yang kaya budaya dan hutan adat, berubah menjadi medan senyap penuh ketakutan. Sekitar 38.000 hektar lahan masyarakat diduga telah dirambah oleh PT. Sumatera Riang Lestari (SRL), anak usaha APRIL Group, melalui konsesi Hutan Tanaman Industri (HTI). Warga dari berbagai desa menjerit—kebun sawit dan karet mereka dibabat, satwa liar menyerbu pemukiman, air meluap ke rumah-rumah, dan suara keadilan seperti tak bergema.

Konflik ini mencuat ke permukaan karena aktivitas perusahaan terus meluas ke lahan yang diklaim masyarakat sebagai milik adat dan kelompok tani yang sudah ada jauh sebelum izin HTI diberikan. Masyarakat menyatakan mereka tidak pernah menandatangani pelepasan lahan secara sah, dan tidak pernah mendapat kompensasi atas kehilangan mata pencaharian yang selama ini menghidupi generasi mereka.

Rangkaian mediasi telah berlangsung mulai dari tingkat kecamatan, rapat bersama DLHK Provinsi, hingga pembahasan langsung dengan Bupati Bengkalis. Di ruang-ruang itu, perwakilan masyarakat membawa peta kampung dan kenangan panjang atas tanah mereka. Namun, hingga kini, belum ada keputusan konkret. Sementara itu, PT. SRL berdalih bahwa seluruh operasi berada dalam koridor legalitas dan berlandaskan izin dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.

Namun legalitas bukan selalu legitimasi. Banyak ahli menilai bahwa izin korporasi tidak bisa membatalkan hak konstitusional masyarakat adat. Bahkan, ketidakadilan struktural seringkali terjadi justru melalui perizinan yang menyingkirkan rakyat dari tanah kelahiran mereka sendiri.

Dalam salah satu forum klarifikasi yang dihadiri langsung oleh Wakil Bupati Bengkalis, pemerintah daerah meminta perusahaan menghentikan kegiatan operasionalnya di wilayah yang sedang disengketakan. Tim verifikasi lapangan telah dibentuk oleh Polres dan dinas terkait. Tapi warga tetap resah: selama akasia masih tumbuh, selama ekskavator masih menggali, selama suara mereka hanya dianggap debu, keadilan terasa sangat jauh.

Salah satu tokoh masyarakat, Datuk Amirudin, menyampaikan dengan lirih namun tegas:

“Kami tidak anti investasi, tapi jangan rampas hidup kami. Kami ingin sawit kami kembali, bukan akasia yang menyerap tanah kami.”

Senada dengan itu, Dr. Haris Azhar, pegiat HAM dan pengacara publik, menyatakan bahwa:

“Jika benar tak ada konsultasi publik dan pelepasan hak yang sah, maka aktivitas ini melanggar prinsip FPIC (Free, Prior, and Informed Consent), sebagaimana diatur dalam standar HAM internasional dan hukum nasional.”

Prof. Dr. Maria Rumata, ahli agraria dari UGM, menambahkan:

“Izin HTI bukan kuasa absolut. Ketika hak-hak adat tidak diakui, maka perizinan itu berdiri di atas ketidakadilan.”

Dalam konteks hukum, tindakan yang menghilangkan akses masyarakat terhadap tanah yang mereka miliki secara historis melanggar:

Pasal 18B UUD 1945

UU No. 39 Tahun 1999 tentang HAM

Undang-undang Kehutanan & Perlindungan Lingkungan Hidup

Deklarasi PBB tentang Hak Masyarakat Adat (UNDRIP)

Ironisnya, dalam berbagai konflik agraria di Indonesia, masyarakat yang mempertahankan tanahnya justru sering dikriminalisasi. Apakah Pulau Rupat akan menyusul daftar panjang daerah yang terbungkam oleh izin?

🔎 Catatan Intelektual Presisi Redaksi

Kasus Rupat adalah peringatan bahwa demokrasi tidak hanya terancam oleh kekuasaan politik, tapi juga oleh kekuasaan modal yang difasilitasi oleh sistem perizinan tanpa suara rakyat. Tanah bukan hanya soal ruang fisik, tapi ruang hidup. Keadilan tidak cukup berhenti di meja rapat. Ia harus berakar pada keberpihakan terhadap yang lemah.

      Penutup Kalam Profetik

“Janganlah kamu memakan harta di antara kamu dengan cara yang batil.”
(QS. Al-Baqarah: 188)
Maknanya: Islam melarang segala bentuk perampasan, meskipun dibungkus dengan administrasi.

Rasulullah SAW bersabda:
“Barang siapa mengambil sejengkal tanah secara zalim, maka akan dikalungkan kepadanya tujuh lapis bumi di hari kiamat.”
(HR. Bukhari-Muslim)

” Untuk Hak Jawab, Klarifikasi, atau Permohonan Investigasi Lanjutan:
Redaksi Investigasi Propetik UngkapKriminal.com
redaksiungkapkriminal@gmail.com
investigasi@ungkapkriminal.com |
📞 +62-812 – 7095 – 8776 _ 0822 – 8352 – 1121