
Publik dikejutkan oleh kebijakan pengamanan Kejaksaan Tinggi dan Negeri di berbagai daerah oleh personel TNI. Instruksi ini tercantum dalam Telegram KSAD Nomor ST/1192/2025 tertanggal 6 Mei 2025. Seolah tak lazim, barak tentara kini menjaga institusi hukum sipil yang selama ini menjadi ranah pengamanan kepolisian.
Langkah ini pun sontak menimbulkan polemik nasional: benarkah ini sinergitas, atau justru gejala disharmoni antar penegak hukum?
Pengamanan oleh TNI atas institusi sipil membuka ruang tanya soal rule of law dan supremasi sipil dalam demokrasi. Apakah ini sekadar respons situasional atau bagian dari peta besar pertarungan kekuasaan antarlembaga?
Komisi Kejaksaan bahkan telah memberi warning kepada Kejagung, menekankan pentingnya menjaga batas antara bantuan militer dan kewenangan sipil. Bila dibiarkan, ini bisa menjadi preseden berbahaya yang mengaburkan peran institusional negara.
Kejaksaan Agung RI, sebagai pemohon pengamanan
TNI AD, sebagai pelaksana tugas pengamanan
Polri, sebagai pihak yang selama ini memiliki kewenangan PAM objek vital
Komisi Kejaksaan, sebagai pengawas etika kelembagaan
DPR RI, yang mulai melirik potensi tumpang tindih kewenangan
Perintah ini berlaku nasional, mulai awal Mei 2025. Beberapa Kejaksaan Tinggi dilaporkan sudah dijaga oleh prajurit TNI berseragam lengkap. Sinyal kekuatan tampak mencolok di sejumlah titik rawan perkara besar.
Sumber internal menyebut bahwa Kejaksaan tengah menangani kasus-kasus besar yang diduga melibatkan aparat aktif dari institusi non-kejaksaan. Di sinilah TNI dianggap sebagai penjaga netralitas dan ‘benteng’ di tengah tekanan.
Namun, pola ini menyimpan bahaya:
Melemahkan fungsi Polri
Memantik konflik kewenangan
Menyuburkan budaya intervensi kekuasaan bersenjata dalam ranah yudisial
- Analisis Pakar: Antara Netralitas dan Ancaman Demokrasi
Prof. Dr. Hikmah Zulkarnain, SH, LL.M dari International Institute of Civil-Military Studies menegaskan:
“Pelibatan TNI di ranah sipil hanya dapat dibenarkan dalam kondisi luar biasa, dan harus berdasarkan mandat politik negara, bukan sekadar permintaan kelembagaan. Ini alarm bagi supremasi sipil.”
Landasan Hukum: Garis Batas yang Diuji
UU No. 34 Tahun 2004 tentang TNI: TNI tidak memiliki fungsi penegakan hukum di ranah sipil kecuali dalam kondisi darurat nasional.
UU No. 2 Tahun 2002 tentang Polri: Polri adalah pengelola keamanan dan ketertiban umum.
UU No. 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan: Kejaksaan independen dalam penegakan hukum, bukan lembaga keamanan.
Redaksi Berpendapat
UngkapKriminal.com menilai bahwa pelibatan militer dalam pengamanan institusi hukum sipil mesti ditinjau ulang secara hukum, politik, dan etika. Kejaksaan membutuhkan perlindungan, namun bukan dengan mengorbankan prinsip dasar negara hukum.
Jangan sampai pengamanan berubah menjadi intimidasi. Jangan pula sinergi berubah menjadi dominasi. Negeri ini dibangun bukan dengan senjata, tapi dengan konstitusi.
Penutup: Seruan Jihad Kalam
Allah SWT berfirman dalam QS. Al-Hujurat ayat 9:
“Dan jika dua golongan dari orang-orang mukmin berperang, maka damaikanlah antara keduanya…”
Mari kita kawal pertikaian senyap ini dengan jihad informasi, agar hukum tetap berdiri tegak dan kebenaran tak dikubur diam-diam.
UngkapKriminal.com | Mengungkap Fakta, Menegakkan Keadilan
More Stories
Pj. Penghulu Minas Barat Klarifikasi Isu Bantuan Sosial, Listrik, dan Ketertiban Umum
BREAKING NEWS“Indonesia Tidak Baik-baik Saja”: Suara Perempuan Tak Mau Bungkam Guncang Nurani Negeri?”