
Oleh Tim Presisi Investigative UngkapKriminal.com
Yogyakarta – Ketika suara kebenaran dibungkam oleh gelombang kompromi institusional, mahasiswa kembali tampil sebagai penjaga nurani bangsa. Badan Eksekutif Mahasiswa Keluarga Mahasiswa Universitas Gadjah Mada (BEM KM UGM) menyampaikan pernyataan mosi tidak percaya—bukan kepada lembaga negara semata, namun kepada rektor universitas mereka sendiri yang dinilai abai terhadap krisis keadilan sosial-politik di negeri ini.
Apa yang Terjadi?
Mahasiswa UGM menggelar aksi damai di jantung kampus, bukan sekadar memprotes kebijakan, tetapi menuntut sikap moral dari Rektor UGM. Mereka menilai, kampus—yang dahulu menjadi benteng intelektual perjuangan demokrasi—telah kehilangan keberpihakannya. Dalam tuntutannya, BEM KM UGM mendesak rektor menyatakan mosi tidak percaya terhadap lembaga-lembaga negara yang dinilai melanggengkan oligarki, menyudutkan demokrasi, dan mencederai konstitusi.
Siapa yang Terlibat dan Mengapa?
Aksi ini dipimpin langsung oleh Ketua BEM KM UGM, didukung ratusan mahasiswa dari berbagai fakultas. Mereka merasa bahwa berbagai kejanggalan dalam proses politik dan penegakan hukum—khususnya menjelang dan pasca Pemilu 2024—tidak bisa lagi disikapi dengan diam.
“Kami tidak menuntut revolusi politik, tapi restorasi moral. Jika lembaga negara membungkam, maka kampus tidak boleh ikut bungkam,” ujar salah satu orator aksi.
Konteks Hukum dan Konstitusi
Sikap kritis mahasiswa ini sejalan dengan hak warga negara sebagaimana dijamin dalam:
Pasal 28E ayat (3) UUD 1945: “Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat.”
Pasal 23 ayat (1) UU No. 39 Tahun 1999 tentang HAM: “Setiap orang bebas untuk mempunyai, mengeluarkan, dan menyebarluaskan pendapat sesuai hati nuraninya, secara lisan maupun tulisan.”
Pasal 19 Kovenan Internasional tentang Hak Sipil dan Politik (ICCPR): yang menyatakan bahwa setiap orang berhak atas kebebasan berpendapat tanpa campur tangan.
Sementara itu, prinsip Azas Praduga Tak Bersalah tetap dijunjung. BEM UGM tidak melakukan tuduhan personal terhadap rektor, tetapi meminta adanya sikap etis dan institusional dari pemimpin akademik yang selama ini memilih diam di tengah krisis demokrasi.
Tanggapan Pakar dan Akademisi
Dr. Arif Nurhidayat, pakar hukum tata negara Universitas Indonesia, menyatakan bahwa mosi mahasiswa adalah bentuk “kontrol moral yang sah”.
“Mahasiswa berhak menyuarakan kritik, dan universitas wajib melindungi ruang itu. Dalam sistem demokrasi, tindakan ini bukan subversif, melainkan manifestasi kesadaran konstitusional,” ujar Dr. Arif.
Prof. Miriam K. Hecht, pengamat demokrasi Asia Tenggara dari Stanford University, menyebut gerakan ini sebagai refleksi bahwa “kesadaran publik belum mati”.
“Ketika lembaga formal gagal menampakkan akuntabilitas, protes sipil dari ruang akademik bisa menjadi pemantik kebangkitan kesadaran kolektif,” katanya dalam wawancara daring.
Pancasila dan Moral Sosial
Apa yang dilakukan oleh BEM UGM sejatinya adalah implementasi nilai-nilai Pancasila:
Sila Kedua: Kemanusiaan yang adil dan beradab — ketika kebijakan tidak berlandas pada keadilan, nurani harus bicara.
Sila Kelima: Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia — karena mahasiswa menolak ketimpangan dan ketidakadilan dilegalkan oleh diamnya institusi.
Catatan Intelektual Presisi Redaksi
Kami di UngkapKriminal.com percaya bahwa demokrasi tanpa kritik akan mandul, dan kritik tanpa landasan etika akan lumpuh. Mosi BEM UGM adalah cermin bahwa suara intelektual muda masih menyala. Kami menyerukan kepada seluruh lembaga pendidikan tinggi agar tidak sekadar menjadi pusat sertifikasi akademik, tetapi penjaga bara peradaban bangsa.
Kritik mahasiswa bukan bentuk pembangkangan, melainkan sinyal bahaya bahwa demokrasi sedang terluka.
Penutup: Seruan Nurani untuk Kebenaran
Dalam Al-Qur’an Surah An-Nisa ayat 135:
“Wahai orang-orang yang beriman! Jadilah kamu penegak keadilan, menjadi saksi karena Allah, biarpun terhadap dirimu sendiri atau ibu bapak dan kaum kerabatmu.”
Maknanya: Kita wajib berdiri membela kebenaran, bahkan bila harus mengkritik mereka yang dekat atau memiliki otoritas.
Rasulullah SAW bersabda:
“Katakanlah yang benar, walaupun pahit.” (HR. Ibnu Hibban)
Artinya: Keberanian menyampaikan kebenaran adalah bagian dari iman, sekalipun itu akan membawa risiko.
Mari kita bangkitkan kembali tradisi berpikir kritis dan nurani yang jujur di tengah pusaran kompromi dan kebohongan. Kebenaran tidak akan bersinar jika semua memilih menjadi penonton.
More Stories
PWMOI Riau Gerak Strategis: Gesah SK DPD Baru dan Rancang Program Kesejahteraan Jurnalis Digita
Presiden Serahkan Sapi Qurban ke Masjid Besar Arafah: Simbol Solidaritas dan Kepedulian Negara
Mandau Darurat Sampah, DLH Diusulkan Pindah Tangani Langsung