
Oleh: Tim UngkapKriminal.com
PT Pertamina Hulu Rokan (PHR) menegaskan larangan keras terhadap aktivitas masyarakat di atas lahan yang tergolong sebagai Barang Milik Negara (BMN) dalam kawasan hulu migas. Pernyataan ini dikukuhkan dalam rangka menjaga keselamatan operasional serta keamanan aset negara yang bernilai strategis bagi ketahanan energi nasional.
Pernyataan disampaikan oleh Eviyanti Rofraida, Corporate Secretary PHR Regional 1 Sumatera. Di sisi lain, sejumlah warga yang bermukim atau beraktivitas di atas lahan tersebut menyuarakan keresahan karena larangan tersebut dinilai berpotensi mengganggu keberlangsungan hidup mereka.
Larangan ini ditegaskan kembali pada Mei 2025, dan berlaku di kawasan operasional hulu migas PHR di Provinsi Riau, khususnya wilayah yang masuk dalam Objek Vital Nasional (Obvitnas).
PHR berdalih bahwa wilayah hulu migas merupakan kawasan dengan tingkat risiko tinggi dan memerlukan pengamanan ketat. Aktivitas pihak luar tanpa izin berpotensi membahayakan keselamatan dan mengganggu kelancaran produksi energi nasional. Kebijakan ini merujuk pada Peraturan Menteri Keuangan No. 140/PMK.06/2020 tentang Pengelolaan BMN Hulu Migas.
PHR mengklaim telah melakukan sosialisasi dan pendekatan persuasif terhadap masyarakat yang terdampak. Namun, di lapangan, masih terdapat sejumlah warga yang merasa tidak mendapat kejelasan atau solusi konkret, seperti kompensasi, relokasi layak, atau program pemberdayaan ekonomi.
Keseimbangan antara Keamanan dan Keadilan Sosial
Kebijakan PHR sah secara hukum. Namun demikian, dalam negara hukum yang menjunjung tinggi nilai-nilai Pancasila dan UUD 1945, hukum harus berjalan beriringan dengan rasa keadilan sosial dan kemanusiaan yang beradab.
Pasal 33 UUD 1945 menyatakan bahwa kekayaan alam dan cabang produksi penting dikuasai negara untuk kemakmuran rakyat. Jika rakyat kecil justru tersisih dari akses kehidupan karena kebijakan yang kaku, maka semangat konstitusi dan Pancasila tercederai.
Ahli hukum agraria, Prof. Maria SW Sumardjono, pernah menyatakan bahwa penguasaan negara atas tanah harus berorientasi pada keadilan sosial, bukan semata keamanan aset atau kepentingan industri.
Asas Praduga Tak Bersalah dan Keadaban Publik
Kita perlu berhati-hati agar tidak serta-merta menghakimi masyarakat yang menetap atau menggarap lahan tersebut sebagai “penggarap liar” tanpa terlebih dahulu memastikan status historis penguasaan tanah, bukti legalitas, dan peran negara dalam menyediakan informasi dan solusi.
Dalam asas praduga tak bersalah, setiap warga negara harus dianggap beritikad baik hingga dibuktikan sebaliknya. Penegakan hukum tidak boleh eksklusif atau represif, melainkan harus komunikatif dan manusiawi.
Pesan Etis dari Alquran dan Hadis
Islam menekankan pentingnya keadilan, kasih sayang, dan tanggung jawab sosial:
“Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan apabila kamu menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkannya dengan adil…”
(QS. An-Nisa: 58)
“Tidak beriman seseorang dari kalian sampai ia mencintai saudaranya sebagaimana ia mencintai dirinya sendiri.”
(HR. Bukhari dan Muslim)
Penutup dan Rekomendasi Solusi
Untuk menyelaraskan antara kepentingan negara dan hak dasar rakyat, kami merekomendasikan:
- Audit sosial dan mediasi terbuka antara PHR, pemerintah, dan masyarakat.
- Program relokasi atau kompensasi adil berbasis data dan partisipasi warga.
- Pemberdayaan ekonomi alternatif bagi masyarakat terdampak dengan melibatkan BUMDes atau koperasi energi desa.
- Peninjauan ulang kebijakan larangan agar tidak melanggar hak hidup dan hak bertempat tinggal yang layak sebagaimana dijamin UUD 1945 dan instrumen HAM.
Negara harus hadir sebagai pelindung rakyat, bukan sekadar sebagai penjaga aset. Semoga keadilan, keselamatan, dan keberkahan menjadi milik bersama.
More Stories
Iron Dome Jebol: Benarkah Iran Gempur Israel? Mengupas Fakta, Hukum Internasional, dan Krisis Kemanusiaan Global
Dari Parit ke Liang Lahat: Tragedi Kemanusiaan di Kebun Sawit PT. MMJ
“MUAMMAR GADDAFI ARSITEK REVOLUSI ARAB, YANG MENGUKIR SEJARAH DUNIA?”