
BERITA INVESTIGATIF UNGKAPKRNIMAL.COM – EDISI KHUSUS]
Oleh: Tim Investigasi UngkapKriminal.com
Tokoh nasional independen Rismon Sianipar akhirnya angkat suara di tengah polemik yang kian membesar: dari kontroversi forensik ijazah Presiden Jokowi, dugaan penangkapan terhadap pelapor atau pengkritik Presiden, hingga pembungkaman suara-suara independen yang mencoba membuka tabir kebenaran.
“Ini bukan lagi negara demokrasi, ini sudah nyaris komunis! Sedikit-sedikit kritik dilapor, sedikit-sedikit ditangkap, sementara Presiden kebal hukum? Negara ini sedang dalam bahaya!” — Rismon Sianipar
Presiden Joko Widodo, yang disebut dalam laporan forensik ijazah dan kritik akademik.
Para pelapor dan pengkritik, seperti Bharada E, Kolonel Sugeng, dan Selamat Ginting yang menyuarakan dugaan forensik dokumen negara.
Aparat penegak hukum, yang dituding cepat menindak pelapor, namun tak menyentuh pusat masalahnya.
Gelombang kritik ini meningkat sejak 2022 hingga 2025, berpusat di Jakarta namun menggema di berbagai wilayah termasuk komunitas kampus, media independen, dan diaspora Indonesia di luar negeri.
Fenomena ini menunjukkan:
Dugaan adanya penggunaan hukum sebagai alat kekuasaan, bukan sebagai pelindung keadilan.
Ketimpangan hukum (legal inequality) di mana rakyat bisa ditangkap, namun penguasa seolah kebal.
Ancaman terhadap kebebasan akademik dan jurnalis
Aspek Hukum Nasional:
UUD 1945 Pasal 28E(3): Setiap orang berhak atas kebebasan menyatakan pendapat.
UU No. 14 Tahun 2008 tentang KIP: Publik berhak tahu riwayat pendidikan pejabat publik.
UU No. 40 Tahun 1999 tentang Pers: Jurnalis bebas menyelidiki dan menerbitkan informasi untuk kepentingan umum.
Aspek HAM Internasional:
Pasal 19 ICCPR (Kovenan Internasional Sipil dan Politik): Negara tak boleh menindak secara represif terhadap ekspresi, kritik, atau laporan warga.
Deklarasi Universal HAM PBB (Pasal 7): Setiap orang berhak atas perlindungan hukum yang sama tanpa diskriminasi.
Tanggapan Pakar Internasional
Prof. Dr. Greg Barton (pakar politik Indonesia, Deakin University, Australia) menyebut:
“Ketika kritik dijawab dengan intimidasi, bukan transparansi, maka demokrasi itu sedang sekarat.”
Studi Banding Internasional: Korea Selatan
Presiden Korea Selatan Park Geun-hye pernah dihukum 24 tahun penjara atas skandal penyalahgunaan kekuasaan. Tidak ada impunitas bagi presiden di negara demokratis yang sehat.
Mengapa di Indonesia, investigasi akademik soal ijazah justru dibalas laporan polisi?
,[ Catatan Intelektual Presisi Redaksi ,]
UngkapKriminal.com tidak menyatakan Presiden bersalah. Kami hanya menegaskan: setiap laporan, data, dan investigasi akademik atau jurnalistik harus diuji secara objektif dan terbuka. Bukan dibungkam dengan laporan balik atau intimidasi hukum.
Jika benar Presiden tidak bersalah, maka biarkan hukum yang membuktikan melalui jalur transparan dan akuntabel—bukan propaganda atau represi.
Penutup: Peringatan Al-Qur’an dan Hadis
“Wahai orang-orang yang beriman! Jadilah kamu penegak keadilan, menjadi saksi karena Allah, walaupun terhadap dirimu sendiri atau ibu bapak dan kaum kerabatmu.”
(QS. An-Nisa: 135)Rasulullah SAW bersabda:
“Pemimpin yang adil adalah salah satu dari tujuh golongan yang akan mendapat naungan di hari kiamat.”
(HR. Bukhari dan Muslim)
Redaksi membuka ruang hak jawab dan klarifikasi resmi dari semua pihak. Kirim ke: redaksi@ungkapkriminal.com (2×24 jam sejak tayang).
More Stories
AZAB PEMBOHONG DAN AWAL KEHANCURAN KETIKA DI DUNIA
“Digitalisasi atau Mark-Up?”: Dugaan Korupsi Laptop Kemendikbud Rp10 Juta Per Unit
Euforia di Balik Tirai: Menelisik Penghargaan PHR di APQ Awards 2025 – Antara Prestasi atau Ilusi Legitimasi?