
Subjudul: Tanggapan Intelektual atas Stigmatisasi Wartawan ‘Bodrek’ dan Keangkuhan Lembaga Pers
✍️ Oleh Redaksi Sastra Profetik Internasional | UngkapKriminal.com
Jakarta – Bengkalis – Riau
Juli 8 – 2025
Di tengah runtuhnya Moral kepercayaan publik terhadap institusi kekuasaan, muncul fenomena wartawan kecil—tanpa modal besar, tanpa kantor megah, tanpa iklan korporasi—namun memiliki keberanian menulis kebenaran. Alih-alih diapresiasi, mereka justru dilabeli sebagai “wartawan bodrek pemeras”. Bahkan Dewan Pers pun menyebut mereka “lahir karena pengangguran”.
Lantas, apakah benar mereka semua pemeras? Atau inikah bentuk lain dari hegemonisasi pers oleh elit dan oligarki media?
Dewan Pers menyatakan bahwa banyak wartawan tidak resmi memeras pejabat daerah, dan menyebut mereka lahir dari pengangguran. Sertifikasi wartawan dijadikan tolok ukur keabsahan profesi.
“Wartawan bodrek” adalah istilah yang ditujukan kepada jurnalis yang tidak bersertifikat dan dianggap tidak profesional, meski sebagian di antaranya justru rajin mengungkap dugaan korupsi dan proyek fiktif.
Pernyataan ini dirilis Juli 2025, di tengah meningkatnya laporan “pemerasan” terhadap pemda oleh media lokal dan kecil di berbagai kabupaten/kota.
Karena banyak pejabat merasa terancam oleh pemberitaan kritis, dan wartawan non-terverifikasi dianggap sebagai ancaman terhadap stabilitas birokrasi.
Dewan Pers mengusulkan pemda menolak komunikasi dengan media yang tidak tersertifikasi, dan menyarankan agar jurnalis tak resmi ditiadakan melalui edukasi dan regulasi.
🎯 Tanggapan Resmi UngkapKriminal.com:
"Sertifikasi Bukan Segalanya"
Kebenaran tak lahir dari selembar sertifikat, tapi dari keberanian menyuarakan yang terpinggirkan.
Banyak media besar bersertifikasi justru bungkam terhadap skandal penguasa dan pemodal. Banyak wartawan kecil yang dituduh “bodrek” justru mengungkap kebenaran yang disembunyikan media arus utama.
⚖️ Asas Praduga Tak Bersalah
Pernyataan Dewan Pers adalah bentuk penggiringan opini yang berpotensi mencemarkan nama baik ribuan jurnalis independen.
Wartawan yang kritis terhadap proyek desa bukan berarti pemeras.
Wartawan yang datang menagih klarifikasi bukan berarti mencari amplop.
Tanpa bukti hukum, label “pemeras” adalah fitnah.
Akar Masalah Bukan Wartawan, Tapi Sistem
Kenapa muncul “wartawan tanpa sertifikat”?
Karena:
Media lokal tak mendapatkan akses ke pelatihan Dewan Pers
Birokrasi tak transparan, hingga kritik dianggap gangguan
Iklan negara hanya diberikan ke media besar—padahal itu dana publik!
“Solusi Bukan Represi, Tapi Transformasi
Dirikan PT Media publik yang bebas dari elit.
Biayai pelatihan jurnalisme gratis untuk rakyat miskin.
Audit juga media besar: siapa pemiliknya, siapa yang dikritik, dan siapa yang dilindungi?
📚 Landasan Hukum:
Pasal 28F UUD 1945:
“Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi… serta menyampaikan informasi dengan segala jenis saluran yang tersedia.”
UU No. 40 Tahun 1999 tentang Pers
Pasal 4 (1): Kemerdekaan pers dijamin sebagai hak asasi warga negara.
Pasal 8: Dalam menjalankan profesinya, wartawan mendapat perlindungan hukum.
Pasal 368 KUHP: Pemerasan harus dibuktikan secara hukum, bukan hanya berdasarkan asumsi.
Pasal 11 DUHAM 1948:
Setiap orang yang dituduh melakukan suatu tindak pidana berhak dianggap tidak bersalah sampai terbukti bersalah menurut hukum.
💬 Tanggapan Tokoh Pers:
Umar Said (pendiri Harian Indonesia Merdeka di pengasingan):
“Jurnalisme bukan soal izin dari kekuasaan, tapi soal keberanian menulis untuk rakyat.”
Junaidi Nasution, Penulis Profetik:
“Media kecil menulis karena nurani, media besar menulis karena pemilik sahamnya.”
"Catatan Intelektual Redaksi:
Kami mengingatkan semua pihak, termasuk Dewan Pers, untuk tidak menjadi alat kekuasaan yang menyederhanakan masalah dengan cara memvonis rakyat kecil yang ingin bersuara. Jika benar ada oknum wartawan yang bersalah, buktikan secara hukum, bukan lewat generalisasi stigmatis yang membunuh semangat jurnalistik rakyat.
📖 Penutup Kalam Profetik:
“Dan janganlah kebencian terhadap suatu kaum mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa.”
(QS. Al-Maidah: 8)
Artinya: Jangan gegabah melabeli. Adil adalah jalan terdekat menuju Tuhan.Rasulullah ﷺ bersabda:
“Apabila kalian melihat kemungkaran, ubahlah dengan tangan kalian, jika tidak mampu maka dengan lisan kalian, dan jika tidak mampu maka dengan hati kalian…”
(HR. Muslim)
More Stories
Narasi Lama, Hoaks Baru: Menelisik Ulang Klaim Edy Mulyadi tentang Jokowi Anak PKI?
Louis Farrakhan Puji Iran sebagai Bangsa Bermartabat: “Mereka Tidak Pernah Menyerang Demi Merampas Kekayaan Bangsa Lain”
PUTIN AJAK PRABOWO BANGUN PROYEK NUKLIR: KEMITRAAN STRATEGIS BERNUANSA GLOBAL?